SUKA
DUKA BELAJAR BAHASA INGGRIS
Pernah salah seorang maba fakultas non-sosial bertutur “apalah yang
dipelajari di sastra hanya baca cerita saja”. Sastra Inggris, “apaji belajar
bahasa Inggris, liat kamus mengartikan saja, saya juga bisa”. Ketika itu saya
hanya senyum, namun tahukah kau saya dulu jurusan apa? Exact science, sastra
Inggris adalah pilihanku, bagiku belajar bahasa adalah modal utama, memahami
ilmu lainnya. Dalam agama kami belajar bahasa ini lebih didahulukan dibandingkan
belajar ilmu kedokteran. Hal ini dinyatakan oleh Imam BESAR ane lupa namanya
“empat hal yang merusak alam “ulama yang setengah-setengah, alim yang
setengah-setengah, ahli bahasa yang setengah-setengah dan tabib yang setengah
setengah””. Urutan ke tiga kan?
Belajar bahasa Inggris itu tidak semudah yang kau bayangkan?, iya
belajar bahasa Inggris itu kelihatan santai, namun tidak sesantai yang kamu
bayangkan. Pertama orang yang belajar bahasa Inggris harus menguasai 16 tenses,
bagi saya itu syarat mutlak. Kedua, sebaiknya sering mendengarkan percakapan
bahasa Inggris, banyak situs yang bisa anda kunjungi seperti www.els.podcast. Di situs ini anda bisa mendownload begitu banyak pelajaran
listening. Dulu sewaktu saya masih SMA dan belum terlalu mahir mengoperasikan computer
saya sering menonton acara Metro this morning, dan hasilnya lumayan. Karena
saya tidak mempelajari bahasa Inggris lewat lagu jadi saya kurang familiar
dengan lagu. Ketiga sebaiknya anda punya partner dalam berbicara bahasa
Inggris, friend is partner not just partner but with friend we can share. That’s
why friend important. Jadi bahasa Inggris yang kita pelajari baik secara
otodidak maupun kolektif dapat
diaplikasikan dan dikoreksi oleh teman.
Ada hal yang menggilitik sebenarnya ketika kita belajar bahasa
Inggris, tidak jarang orang menganggap remeh kita dan tidak jarang pula mereka meminta
bantuan kita untuk menerjemahakan teks mereka. Plus yang paling menggagu sekali
ketika kita berbicara menggunakan bahasa Inggris bukan untuk maskud pamer hanya
ingin me-maintain our speaking skill, tidak jarang pula kita di pandang sebelah
mata alias disindir baik secara kasar atau halus, Hello, I’am in process to
study this language how come I can transfer my Idea without utter my language
that I have been studied year by year. Sadarlah jika kau berilmu wahai pendengar.
Kalau begini keadaannya I would like to quote
a doctor from Malang words “kesabaran adalah sebuah nafas yang menentukan lama
tidaknya sebuah kebaikan bertahan” dia calon dokter yang belum menyelesaikan
kuliahnya namun punya kemampuan untuk mengaplikasikan ilmunya bagi masyarakat,
dan idenya tentang “berobat dengan sampah” membawanya ke istana Buckingham
palace. Of course dia, mendapat penghargaan dari kerajaan. Coba cari lomba apa
itu, siapa tahu sob sekalian bisa menjadi seperti dia. Caranya tanyakan mbah
gugel misalnya dnegan kata kalimat kunci seperti ini “gamal albinsaid peraih pengghargaan
dari kerajaan Inggris”. Diharapkan
kalian bisa mengikuti lomba tersebut, menurut pengakuan albinsaid “dia berhasil
memecahkan dua masalah sekaligus yakni masalah sampah sebagai masalah
lingkungan hidup dan masalah pengobatan dengan menggunakan asuransi sampah
sebagai masalah ketersediaan layanan kesehatan bagi masyarakat yang kurang
mampu”.
Dan here we go semuanya berawal dari ide yang terinspirasi dari
realitas kehidupan nyata, kemudian diwujudkan dengan ikhtiar atau usaha nyata.
Dan usaha nyata ini nampaknya akan lebih ringan dan berkelanjutan jika
dilakukan oleh sekelompok orang yang memiliki komitmen yang sama untuk mencapai
tujuan yang sama. Then back reader, gamal al-binsaid pergi ke Buckingham karena
mengerti bahasa Inggris, the simple but crucial : language. International
language. Untuk menyiapkan ahli dibidang lain yang akan menopang kehidupan
dimasa depan tentunya dibutuhkan ahli bahasa yang akan mentranslate ilmu dari
satu bahasa ke bahasa lain.
Sob, belajar di sastra Inggris itu tidak semudah yang kalian
bayangkan, semester pertama kita kudu mempelajari grammar dan fonetik fonologi
yang seperti pelajaran dokter gigi. Di mata kuliah fonetik fonologi kita
dituntut bukan hanya sekedar menghafal tapi memhami sekaligus menunjukkan
dimana sumber suara, tempat dan manner mengucapkan satu atau silabell maupun
kata diucapkan. Bahkan ini sob, saya pernah mendengar dosen menerangkan bahwa
dijepang seseorang sebelum masuk kuliah dikedokteran gigi kudu belajar ilmu inguistik
dulu. Nah! Loh? You know? Ilmu linguistic itu berbeda dengan bahasa inggris kependidikan
maupun kesusastraaan, apalagi penerjemahan dan ilmu bahasa terapan lainnya.
Semester dua mahasiswa sastra Inggris dituntut untuk meningkatkan
skill mendengarkan, berbicara dan menulis. Tahukah anda mana yang paling sulit?
Yup listening, the first reason karena kita bukan native speaker maupun tidak
menggunakan bahasa inggris sebagai bahasa Kedua jadi kita jarang mendengarkan
bahasa Inggris “caranya?” yah disini kudu tahan dan sabar berlatih sendiri
depan cermin jika tak punya partner.
Dalam belajar bahasa Inggris kemampuan seseorang terbagi menjadi
dua yakni receptive skill dan productive skill. Receptive skill yakni keahlian yang
diperoleh for instance mendengarkan dan
membaca. Productive skill yakni keahlian yang diproduksi atau dihasilkan oleh
seseorang seperti menulis dan berbicara. Pada umunya kita beranalogi bahwa receptive
skill akan berbanding lurus dengan productive skill. Namun kenyataannya lain, bisa
saja lain.
Ada juga langue dan parole. Langue itu kemampuan dibIdang grammar
parole itu kemampuan dibidang skill yakni competence. Itu sih teori praktisnya
belajar bahasa Inggris. Next semerter tig kita kudu belajar budaya Iggris
amerika, kayak skia (sejarah kebudayaan Inggris amerika), disini nih kita tahu
budayanya dari semua budanya hanya beberapa yang saya suka seperti jujur,
straight forward (mengungkapkan sesuatu apa adanya dan tidak neko-neko dan
bertele-tele) dan yang terkenal time is money very discipline banget. Bahkan saking
disiplinnya ada sebuah sekolah faforit di britania raya dan sekolah itu
memiliki banyak peminat. Mereka mengantri untuk mendaftar disitu, kalian tahu
sejak kapan seorang ibu akan memasukkan nama anak tersebut untuk masuk
disekolah tersebut? Sejak balita. Sontak saja saya dan teman kelas ketawa waktu
pelajaran telaah pranata Inggris Amerika kali ini. Salah seorang teman nyeletuk
“deh sekalian saja daftarkan nama anaknya pas ibunya hamil”, semakin gaduhlah
suasana kelas. Anyway ada beberapa budaya mereka yang dapat kita terima dan ada
yang tidak. teknologi berupa mechine yang kita pakai sekarang adalah hasil dari
budaya mereka yang tetap mempertahankan untuk belajar science sebagai sebuah
disiplin ilmu, bukan?
Penting bagi seorang pembelajar bahasa untuk mempelajari budaya
dari bahasa yang ia pelajari. The well known
proverb says that “bahasa adalah produk budaya”. Kadang ada ungkapan tertentu yang
tidak bisa diartikan kata perkata atau secara harfiah kecuali memahami situasi
budaya dari bahasa tersebut.
Then, kemudian ada yang disebut konteks, satu ungakapan bisa saja
berbeda maknanya ketika dituturkan dengan cara, intonasi, mimic muka dan gaya
bicara yang berbeda. Inilah yang disebut denga gesture atau paralinguistic.
Paralingusitik ini mengkaji bahasa diluara bahasa itu sendiri, bahasa tidak
dapat dilepaskan dari unsur ekstrinsik bahasa itu. Duh,,, mudah-mudahan bahasa
ane nggak melangit ye? Anyway kita bisa membaca wajah seseorang tanpa ia
berkata-kata bukan. It’s generally not whole. Hati membedakan paraalinguistik
dengan perasaan, paralingusitik ini erat kaitannya juga dengan kebiasaan orang
perorang sebagai idiolek dan kebiasaan etnik sebagai dialek. Nah ngerti nggak?
Mudah-mudahan deh. Gini tiap ornag itu beda gaya bicaranya dan tiap daerah itu
beda budaya mereka berbicara kepada orang lain, contohnya menurut pengakuan
teman yang telah lama tinggal di Ambon “orang Ambon itu tidak suka dipanggil
full namenya atau nama lengkapnya mereka tidak suka bagi mereka ini unpolite,
tidak sopan”.
Bahasa menggambarkan pikiran penutur dan pola bahasa pada daerah
tertentu menggambarkan budaya dan etos kerja etnik tersebut. Saya belum punya
cukup bukti, namun ada beberapa contoh kecil seperti pada umunya orang Inggris
“mengatakan I cut my hand” sementara
oran Indoneaia akan mengatakan “tangan saya teriris atau terkena pisau” orang
Inggris cenderung menggunakan kalimat aktif sementara orang Indonesia
menggunakan kalimat pasif, menurut seorang ahli bahasa Unhas, she said that
“kecendrungan orang Indoensia menggunakan kalimat pasif dan bertele-tele
membuktikan bahwa orang Indonesia tidak suka menonjolkan dirinya” kata seorang
temanku yang terbiasa menerjamahkan bahwa orang Indonesia juga sulit untuk
mengakui kesalahannya “iyakah?”. Berbeda dengan orang yang menggunakan bahasa
Inggris Amerika misalnya jika mereka bisa meraka akan mengatakan “I better than
him, I can do it, I can handle it”.
But jangan salah sangka, native speaker itu bukan berarti tidak bisa
bercanda, saya pernah jadi guide seorang berkebangsaan Belgia di atas kapal
tilong, dia pernah bercanda dengan awak kapal karena dia lupa tiket “apakah
saya akan dibunag kelaut karena tidak memiliki tiket?” saya yang jadi guide pun
agak risih menginterpret sama awak kapal yang periksa tiketnya. Yah begitulah kalau
kita belajar bahasa Inggris, pada saat belajar diremehin dan dipandang sebelah
mata, pada saat kita berbicara bahasa Inggris dibilangi sok, jadi serba salah
deh. Eh ujung-ujungnya diminti bantuan
juga, klo dah nyadar Alhamdulillah deh.
Komentar
Posting Komentar