RESENSI NOVEL BURLIAN
Tere Liye
menurut saya terbiasa dengan alur flashback yang selalu ia tampilkan dalam karyanya
seperti dalam Novel “Daun yang jatuh tidak pernah menyalahkan angin”. Kali ini
rupanya karya Tere Liye yang berjudul Burlian ini menggunakan alur maju. Cerita
ini menceritakan kisah Burlian anak yang hidup nyaman disebuah desa yang masih
belum tersentuh oleh teknologi. Dia hidup mendapatkan kasih sayang penuh dari mamak
dan bapaknya, tiga orang saudara dan teman-teman serta pak guru Bin.
Seperti
biasa gaya narasi tere liye yang tidak mengguru dan menjadikan pembaca sebagai
rekan ceritanya mampu membuat pembaca penasaran dengan kelanjutan cerita
selanjutnya. Burlian, nama tokoh utama dalam novel ini. Burlian hidup dengan
dukungan dan didikan dari orang terdekatnya. Ayah dan ibunya mengajarkan kepada
burlian bertanggung jawab dan respek terhadap lingkungan. Seperti dalam novel
“ayahku (bukan) pembohong”, anak yang bernama burlian ini memiliki tatakrama
dan sopan santun yang bukab saja baik namun bijaksana. Anak yang berumur 11
tahun mampu bergaul dengan nakamura yang berumur 40 tahun. Dari nakamura
seorang teknisi yang berasal dari Jepang menangani proyek pembangunan jalan di
kampong burlian. Burlian selalu mengingat perkataan Nakamura yang berbunyi
“jalan ini tidak pernah memiliki ujung, jalan ini akan membantu Burlian dan
anak-anak kampung lainnya untuk melihat masa depan yang lebih cerah dengan
kesempatan yang sangat banyak” kira-kira seperti itu kata Nakamura kepada
Burlian diatas bukit pada suatu malam yang Indah.
Burlian
merupakan gambaran sederana anak desa yang menikmati hidupnya di desa yang
masih menjaga kearifan local. Secara tersirat Tere Liya menanamkan sadar
lingkungan sejak dini. Dia mengisahkan secara gamblang bagaimana menjaga
lingkungan agar berkelanjutan dan nikmati oleh generasi selanjutnya. Berkat
didikan orang tua, uak dan keluarga besarnya. Burlian tumbuh menjadi pribadi
yang tidak hanya menikmati masa kecilnya yang indah dan penuh denagn tantangan
namun dia juga tumbuh menjadi pemberani. Kisah ini mengajarkan kepada kita
bahwa kecerdasan tidak akan berarti apa-apa jika tidak diasah dalam terus
mengulang pelajaran dan membuat orang lain menjadi cerdas. Bahkan rasa hormat
kita kepada orang lain dan kepedulian kita kepada orang lain itu lebih penting
daripada memenangkan ego kita masing-masing. Hal ini terlihat ketika Burlian
mengikuti lomba lari bersama dua temannya yakni Munjib dan Can. Cara tere Liya
menyajikan cerita ini membuat kita mampu melihat dan memandang sisi lain dari
kehidupan yang sebenarnya biasa namun akan menjadi luar biasa ketika kita
mensyukuri dan menikmati hidup dengan cara berusaha dan saling mensupport satu
sama lain. Dari kisah ini menyiratkan bahwa musuh utama kita dalam setiap
scenario kehidupan adalah perasaan dan rasa takut kita sendiri.
Mamak dan
Bapak Burlian sering memotivasi Burlian dengan panggilan dan sapaan yang khas,
Burlian misalnya dengan “kau ini anak yang istimewa”, Ayuk eli dengan “kau ini
anak yang cerdas”, Amelia dengan “kau ini anak yang pemberani”. Julukan inilah
yang membuat Burlian dan saudaranya tumbuh menjadi pribadi yang seperti
dijuluki itu. Bahkan tetangga merekapun jika lewat sering memanggil Burlian
dengan sebutan tersebut.
maaf fren saya tidak mengedit preposisi dan kata sambungnya, langsung saya post aja...
BalasHapus