Masyarakat tutur
Kami diberi kesempatan untuk membuat essay dan memilih dua bab untuk diperbandingkan, diuraikan dan parafrasa berdasarkan teori dan kenyataan yang kami beroleh dari hasil diskusi dan saran yang telah diajukan audiens dan dosen pengampu matakuliah. Berdasarkan teori yang dipaparkan oleh pemateri.
• Lyons mendefinisikan komunitas bahasa sebagai semua orang yang menggunakan sebuah bahasa yang sama. “Speech community: all the people who use a given language (or dialect).”
Lyons mendefinisaikan masyarakat tutur sebagai sekelompok orng yang menggunakan bahasa yang sama, bahasa dan juga dialek yang sama. Paa definisi ini tidak disebutkan lebih lanjut pakah mereka hidup dilingkungan yang sama dan besar ditempat yang sama. Selanjutnya Sevilla troke membuat definisi yang lebih meeuncing makna masyarakat tutur.
Savile – Troike juga mendefinisikan komunitas bahasa sebagai :
“kriteria paling mendasar dari sebuah komunitas adalah beberapa dimensi pengalaman yang harus dibagi, dan untuk komunitas bahasa, bagian yang harus dibagi berhubungan dengan cara, nilai serta bagaimana menginterpretasikan sebuah bahasa.
Dalam masyarakat tutur yang luas, mereka dapat dikenal dengan dialek yang sama. Terkadang kita dapat memprediksi seseorang berasal dari masyarakat tutur tertentu ketika kita mendengar logat bahasa yang mereka ucapkan. Jadi dapat dikatakan disini bahwa dialek dapat membuat lawan tutur sipenutur dapat memprediksi suku lawan bicaranya.
Selajutnya, Vitoria mengemukakan poin penting yang memperjelas tentang variasi yang ada dalam masyarakat tutur.
Dalam bukunya, Introduction to a Language, Victoria menyatakan bahwa meskipun memiliki bahasa yang sama dan dapat mengerti satu sama lain, ada perbedaan pengucapan bahasa tersebut yang dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, situasi sosial, serta dimana dan kapan bahasa itu dipelajari. Dalam pemahaman yang lebih spesifik sebuah komunitas bahasa dianggap memiliki dialek tersendiri dalam komunitasnya yang akan berbeda dengan dialek komunitas bahasa yang lain meskipun kedua komunitas tersebut menggunakan bahasa yang sama.
Disini Viktoria menegaskan bahwa walaupun sekelompok masyarakat tutur hidup di dalam kelompok masyarakat tutur yang sama mereka masih memiliki logat yang berbeda. Perbedaan logat itu dapat berupa nada suara, panjang pendeknya fokal tersebut digunakan. Misalnya di daalam masyarakat tutur Bima, walaupun mereka mengunakan bahasa yang sama mereka memiliki perbedaan logat pada nada suaranya. Seperti masyarakat Desa Ngali memiliki Logat yang berbeda dengan Desa Renda.
Setelah pembahasan mengenai Masyarakat tutur, pembahasan selanjutnya yakni keragaman etnik. Etnik kata lain dari suku. Dalam bahasa Inggris Etnik berbeda dengan Tribe, etnik lebih digunakan untuk memaknai suku, misalnya suku bima dan suku bugis. Berbeda dengan tribe, tribe lebih identik degan suku namun dijaman dahulu. Jadi penggunaan kata etnik pada makna suku lebih sophisticate dibandingkan tribe. Etnik bagi saya merupakan produk dari perkumpulan masyarakat yang membentuk komunitas yang simbiosis mutualisme dalam memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari berdasarkan bahasa dan loggat yang mereka peroleh semenjak lahir, tumbuh dewasa dan dan dalam lingkungan kerja maupun perkumpulan berdasarkan hobi. Ini menurut penulis.
Para linguis telah memberi definisi yang lebih jelas mengenai etnik. Diantaranya,
Menurut Frederich Barth (1988) istilah etnik menunjuk pada suatu kelompok tertentu yang karena kesamaan ras, agama, asal-usul bangsa, ataupun kombinasi dari kategori tersebut terikat pada sistem nilai budayanya. Kelompok etnik adalah kelompok orang-orang sebagai suatu populasi yang dalam populasi kelompok mereka mampu melestarikan kelangsungan kelompok dengan berkembang biak. Mempunyai nila-nilai budaya yang sama, dan sadar akan rasa kebersamaannya dalam suatu bentuk budaya. Membentuk jaringan komunikasi dan interaksi sendiri. Menentukan ciri kelompoknya sendiri yang diterima oleh kelompok lain dan dapat dibedakan dari kelompok populasi lain.
Definisi etnik diatas menjelaskan pembatasan-pembatasan kelompok etnik yang didasarkan pada populasi tersendiri, terpisah dari kelompok lain, dan menempati lingkungan geografis tersendiri yang berbeda dengan kelompok lain. Sebuah kelompok etnik pertama kali diidentifikasi melalui hubungan darah. Apakah seseorang tergabung dalam suatu kelompok etnik tertentu ataukah tidak tergantung apakah orang itu memiliki hubungan darah dengan kelompok etnik itu atau tidak. Meskipun seseorang mengadopsi semua nilai-nilai dan tradisi suatu etnik tertentu tetapi jika ia tidak memiliki hubungan darah dengan anggota kelompok etnik itu, maka ia tidak bisa digolongkan anggota kelompok etnik tersebut. Seorang batak akan tetap menjadi anggota etnik batak meskipun dalam kesehariannya sangat „jawa‟.
Kesopanan dan kekuasaan
Tujuan kesantunan, termasuk kesantunan berbahasa yakni membuat suasana berinteraksi atau berkomunikasi menjadi menyenangkan, tidak mengancam, sehingga menjadi efektif. Umumnya, masyarakat lebih menghubungkan kesantunan dengan rasa hormat seseorang, namun dalam kajian sosiolinguistik sikap hormat seseorang, merupakan fenomena berbeda dalam istilah kesantunan dalam pandangan sosiolinguistik dikaji melalui penggunaan bahasanya dalam peristiwa tutur.
Kesantunan adalah aturan prilaku yang ditetapkan dan disepakati bersasma oleh suatu masyarakat tertentu sehingga kesantunan sekaligus menjadi prasyarat yang disepakati oleh prilaku sosial. Pada dasarnya, kesantunan merupakan gajala sosial yang berupa fenomena kultural, sehingga sesuatu yang dianggap santun pada sekelompok masyaakat tutur, belum tentu bisa dianggap sopan ketika berada pada masyarakat tutur lainnya.
Kelima macam skala pengukur kesantunan Leech (1983) itu satu persatu dapat dijelaskan lebih lanjut pada bagian berikut:
1. cost benefit scale atau skala kerugian dan keuntungan, menunjuk kepada besar kecilnya kerugian dan keuntungan yang diakibatkan oleh sebuah tindak tutur pada sebuah pertuturan. Semakin tuturan tersebut merugikan diri penutur, akan semakin dianggap santunlah tuturan itu. Demikian sebaliknya, semakin tuturan itu menguntungkan diri penutur akan semakin dianggap tidak santunlah tuturan itu. Apabila hal demikian itu dilihat dari kacamata si mitra tutur dapat dikatakan bahwa semakin menguntungkan diri mitra tutur, akan semakin dipandang tidak santunlah tuturan itu. Demikian sebaliknya, semakin tuturan itu merugikan diri, si mitra tutur akan semakin santunlah tuturan itu.
2. optionality scale atau skala pilihan, menunjuk kepada banyak atau sedikitnya pilihan yang disampaikan si penutur kepada mitra tutur di dalam kegiatan bertutur. Semakin pertuturan itu memungkinkan penutur atau mitra tutur menentukan pilihan yang banyak dan leluasa, akan dianggap semakin santunlah tuturan itu. Sebaliknya, apabila pertuturan itu sama sekali tidak memberikan kemungkinan memilih bagi si penutur dan mitra tutur, tuturan tersebut akan dianggap tidak
santun. Berkaitan dengan pemakaian tuturan imperatif itu menyajikan banyak pilihan tuturan akan semakin santunlah pemakaian tuturan imperatif itu.
3. indirectness scale atau skala ketidaklangsungan menunjuk kepada peringkat langsung atau tidak langsungnya maksud sebuah tuturan. Semakin tuturan itu bersifat langsung akan dianggap semakin santun lagi tuturan itu. Demikian sebaliknya, semakin tidak langsung, maksud sebuah tuturan, akan dianggap semakin kurang santun tuturan itu.
4. authority scale atau skala keotoritasan menunjuk kepada hubungan status sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan. Semakin jauh jarak peringkat sosial antara penutur dengan mitra tutur. Tuturan yang digunakan akan cenderung menjadi semakin santun. Sebaliknya, semakin dekat jarak peringkat status sosial diantara keduanya, akan cenderung berkuranglah peringkat kesantunan tuturan yang digunakan dalam bertutur itu.
5. sosial dictance scale atau skala jarak sosial menunjuk kepada peringkat hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam sebuah pertuturan. Ada kecenderungan bahwa semakin dekat jarak peringkat sosial di antara keduanya, akan semakin kurang santunlah tuturan itu. Demikian sebaliknya, semakin jauh jarak peringkat sosial antara penutur dan mitra tutur, a kan semakin santunlah tuturan yang digunakan itu. Dengan perkataan lain, tingkat keakraban hubungan antara penutur dengan mitra tutur sangat menentukan peringkat kesantunan tuturan yang digunakan dalam bertutur.
Agar proses komunikasi berjalan lancar harus ada semacam prinsip kerja sama antara penutur dan mitra tutur. Di samping prinsip kerja sama, penutur dan mitra tutur harus juga memperhatikan prinsip kesopanan. Artinya dalam bertingkah laku baik bahasa maupun nonbahasa harus memperhatikan empan papan. Artinya, bila kita berbahasa harus memperhatikan di mana kita berada, dengan siapa kita berinteraksi dan dalam situasi bagaimana.
Waktu kecil, sekitar umur lima tahun. Dia sering mengantar donat jualan ibunya ke beberapa warung di kampung halamannya tinggal, desa Ncera. Mengayuh sepeda pink tua dan reot pemberian dari kakak pertamanya. Masa kecilnya dia lalui dengan penuh keceriaan bersama teman-teman sebayanya. Dia bersama temannya terbiasa membantu orang tua di sawah dan sesekali membersihkan ladang. Jika sore dan lowong, mereka berenang di embung Ncera dan memancing ikan. Jika musim tertentu mereka mengumpulkan kemiri dan memetik jambu biji. Di hari minggu dia terbiasa jogging atau camping di dekat air terjun desa Kalemba. Dilahirkan dan dibesarkan di lingkungan keluarga yang menyenangi pendidikan, itulah Akbar Putra. Nama pemberian ayahnya, berharap suatu saat anak laki-laki satu-satunya bisa mengayomi keluarga dan orang-orang yang sedang membutuhkan. Ayahnya menekankan dalam perilaku kesehariannya, pendidikan adalah investasi utama. Walaupun baju kita biasa saja; tak masalah. ...
Komentar
Posting Komentar