di Gerbang Masuk desa Sambori Kec Lambitu, Kabupaten Bima 2016 |
Tekad untuk meneliti
dialektogi telah bulat setelah sebelumnya telah berkelana di Critical Discourse
Analysis, geneology of language, dan pragmatics maka pilihan terakhir saya
untuk menulis tesis demi merampungkan Study S2 justru jatuh ke pengkhususan
yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya. dialektologi. Bahasa banget,
celetuk teman saya. Benar-benar theoretical Linguistics. You are going to
discuss phonology. You rae going to discuss sibilang, sonorant, bilabial,
labiodental and so on.
Pencarian
saya sempat terhenti pada geneology, masalahnya saya menemukan kebingungan
apakah saya memutuskan meneliti geneology on Bimanese language secara synchronic
or diachronic. Lalu saya menenukan kebuntuan dalam menemukan literature yang
relavan. Karena penelitian yang saya lakukan ini benar-benar linguistic murni
maka saya merasa perlu banyak literature. Saya pun mengkontak beberapa teman
yang sementara merantau di Jakarta apakah mereka bisa menemukan buku itu di toko
buku. Lalu saya semakin memperuncing pencarian dengan mengkontak teman yang
kuliah di UI Depok. Akhirnya teman satu kelompok dalam kelas Mitologi Yunani
yang bernama Abdul Wahid Kaimuddin dan kebetulan dia sedang menyelesaikan studi
Master di UI berbaik hati mengambilkan buku hibah dari ibu Lauder berjudul
dialektologi. Setelah membaca buku tulisan ibu Lauder, pikiran saya semakin
tercerahkan. Pikiran saya semakin luas dan semakin jelas. Kemana saya harus
melangkah dan kemana saya harus menentukan sikap dalam penelitian ini. Saya juga
membeli buku Prof Mahmud berjudul Dialektologi bahasa Duri di Enrekang. Kabupaten
Enrenkang, Kecamatan Mangkendek dekat
dengan Kabupaten Toraja jadi suatu keadaan bahasa yang sangat kompleks dan juga
intrik politik kebahasaan yang sangat menarik untuk dibaca.
Seminar
Proposal berjalan dengan lancar, nilai A Berhasil dicetak dalam FILE BAP dengan
nama Map berjudul nama lengkapku. Saran-saran yang telah diberikan oleh satu
orang professor penguji bernama Prof Mose dan dua Doktor dalam bidang semantic dan
Sosioliguistik ditulis dengan baik. Saya menyimpan file saran mereka dalam buku
khusus agar saya bisa mengingatya ketika melakukan penelitian lapangan. Dua professor
pembimbingku juga memberikan saran dan masukan yang baru. You are excellent,
you are like the host in your own home. Your seminar like discussion not look
horror. Ada saran yang benar-baner menjadi patokan saya yakni saran dari Pak
Ikhwan. Beliau benar-benar Doktor rasa Professor dalam bidang Dialektologi. Beliau
teliti dan telaten. Saran yang saya ingat adalah.
“salama penelitian ini, distribusi mana
yang akan anda gunakan?”
Dan saya teringat dengan tesis salah
seorang master yang ditulis 25 tahun lalu. Saya menjawab semampu dan satu
distribusi yang saya tidak jawab beliau bantu jawab melengkapi dengan cara yang
sangat mengesankan.
Two days later, I left for Lombok. Dari Bandara
Sultan Hasanuddin menuju Lombok dengan tiket diskon yang saya beli dua hari
sebelum keberangkatan di awal Ramadan. :D, mahasiswa doyan diskon. Tapi lain
kali kita harus menyiapkan dana dengan harga normal. In case.
Di Lombok, dalam perjalanan dari Bandara
menuju Pull Bus Damri di kota Mataram, saya menelpon Prof Mahsun. Pertemuan kami direncanakan di Kantor
Pribadi beliau di jalan Panji Tilar. Beliau adalah mantan ketua Pusat Bahasa
Nasional yang berkantor di Jakarta. Sempat Prof Mahsun mengajak pembimbing
duaku Prof Hamzah untuk jadi wakil
ketua. Namun Prof Hamzah terkendala umur. Karena pada kenyataanya Prof Hamzah
telah pensiun sejak beberapa tahun silam. Namun keilmuan beliau masih digunakan
oleh Kampus Unhas karena beliau salah satu ahli di bidang Fonologi yang menurut
hemat saya belum ada gantinya, khusus untuk Unhas.
Hari kuliah privat dengan prof. Mahsun
diagendakan setelah sholat Jumat.
Saya dan kakak iparku telah stand by
depan kantor beliau. Kami melihat beliau yang datang dari balik gedung tepat di
samping gang dengan memakai sandal jepit, sederhana sekali namun elegan. Beliau
membuka kantor pribadinya yang mewah bertingkat dua itu dengan mempersilahkan
kami masuk. Di depan gedung itu berdiri seorang wanita cleaning servise paruh
baya sambil melemparkan sesungging senyum kepada kami bertiga. Tidak lupa
beliau menyapa cleaning servicenya dan mempersilahkan dia pulang. Karena diskusi
kami akan sangat panjang. Saya mencerikatan kendala dalam penelitian saya dan
beliau menerangkan dengan cara yang bisa saya tanggapi. Perbincangan kami
semakinn meruncing dan lebih erat kaitannya dengan penelitian yang akan saya
lakukan. Beliau juga menyarankan saya melakukan penelitian secara diakronik. Namun
saya menjawab saya belum bisa jika penelitian diakronik dilakukan dalam waktu
yang singkat. Beliau menjelaskan penelitin diakronik bukan dilakukan dalam
waktu yang panjang namun intinya adalah asal data-data bahasa per zaman
tersedia dengan lengkapa dan reliable.
Namun saya berteguh pendirian untuk
melakukan penelitian dialektologi sinkronik karena itulah penelitian yang saya
mampu garap dalam waktu yang dikejar oleh waktu pembayaran SPP yang jumlah
SPPnya saja seperti mencekik. Dan saya kemukakan apa saja kendala dalam
penelitian jika melakukan penelitian itu. Dan beliau menggusahakan menempuh
beberapa langkah ini jika saya menemukan kendala ke depan.
Di sesi akhir diskusi beliau menyampaikan
salam beliau untuk Prof Hamzah, Prof Darwis, dan Prof Hakim.
Saya melanjutkan perjalanan menuju
kampung halaman dengan menempuh jalur darat. Setiba di kampung, ayahku
menjemput di terminal pukul 03.00 dini hari. Keesokan harinya saya saya
menyusun rencana field research dan menyampaikan surat izin penelitian di
Kesbangpol di Kota Bima.hari ketiga saya perjalan bertemu para kepala desapun
dimulai hingga hari-hari berlanjut menyambangi rumah warga untuk meminta data
bahasa. Ada 500 kosa kata list Sulawesi wordbook yang harus saya lengkapi dalam
kurun waktu sekitar dua pekan. Waktu itu berkahnya adalah bulan puasa jadi
banyak warga yang sedang berisitirahat. Dan saya bisa mengambil data bahasa.
Komentar
Posting Komentar