Langsung ke konten utama

LINGUISTIK

REPRESENTASI TURUNAN Dalam leksikon, morfem direpresentasikan sebagai deretan gugus ciri pembeda. Berikut disertakan contoh dari bahasa jerman morfem bebas “bund” dan “bunt”. Take a look! # b u n d # # b u n t # silabis - + - - - + - - sonoral - + + - - + + - konsonantal + - + + + - + + Kontinuan/ geseran - - - - Penglepasan tertunda - - - - Nasal - + - + Anterior + + + + + + Koronal - + + - + + Tinggi - + - - - + - - Rendah - - - - - - - - Belakang - + - - - + - - Bundar - + - - - + - - Bersuara + + + + + + + - Pada bentuk-bentuk diterapkan kaidah untuk mengawasuarakan bunyi obstruen bersuara pada posisi akhir kata. tentu saja segmen itu bisa berisi spesifikasi cirri tambahan yang tidak relavan bagi kaidah itu. Selain itu, setiap setiap persyaratan lingkungan harus dipenuhi. [■(-sonoran&@+bersuara&)] à [ bersuara] / ___# Agar sebuah kaidah bisa diterapkan pada sebuah segmen, segmen itu harus berisi semua nilai ciri yang disebutkan disebelah kiri tanda panah. Tentu saja segmen itu bisa berisi spesifikasi cirri tambahan yang tidak relevan bagi kaidah itu. Selaini itu setiap persyaratan lingkungan harus dipenuhi. Jadi, kaidah pengawasuaraan akan ditterapkan pada #bund#, karena d pada posisi akhir, di antara spesifikasinya, mempunyai [-sonoran, +bersuara] dan diikuti batas kata. Kadah itu ttidak akan diterapkan dalam bentuk t dalam #bunt# karena bunyi itu tidak berisi spesifikasi [+bersuara], dan juga tidak diterapkan pada b awal dari #bund# ataupun #bunt# karena walaupun b adalah awal berisi spesifikasi disebelah kiri tanda panah, bunyi itu tidak memenuhi pembatasan lingkungan. Jika semua segmen memenuhi persyaratan yang diperlukan , semua nilai cirri yang disebutkan disebelah kanan tanda panah akan berubah. Dalam matriks untuk #bund#, spesifikasi [+bersuara] untuk d akan diubah menjadi [-bersuara], yang membuat matriks itu sama dengan matriks untuk #bunt#. PENERAPAN KAIDAH KOSONG Dalam kaidah pengawasuaraan bahasa jerman, cirri yang mengubah nilai disebelah kanan kaidah itu disebutkan disebelah kiri. Sebetulnya, bagian sebelah kiri dapat disederhanakan dengan menyingkirkan spesifikasi [+bersuara]. [-sonoran] - [-bersuara] /______# Sekarang kaidah diatas diditerapkan pada semua bunyi obstruent, tidak hanya pada bunyi obstruent bersuara. Bunyi d akhir dalam #bund# memenuhi persyaratan yang diperlukan, karena, karena matriksnya berisi spesifikasi [-sonoran] ; dan karena nilai untuk penyuaraan harus spesifikasi [+bersuara] yang asli akan diubah. Untuk #bunt#, t akhir juga akan memenuhi persyaratan kaidah itu. Akan tetapi, karena pada mulanya bunyi obstruent ini memang [-bersuara], kaidah itu sebenarnya tidak mempunyai pengaruh atas segmen ini. Jika kaidah itu diterapkan, penerapan secara kosong. Kaidah biasanya ditulis dalam bentuk yang paling umum, sehingga banyak kaidah mempunyai penerapan kosong untuk beberapa segmen. Kekosongan ini tidak boleh dianggap sebagai siasat notasional untuk menggunakan lebih sedikit dalam menulis kaidah. HADIR DAN TIDAK HADIRNYA PLUS DALAM KAIDAH Jika sebuah batas kaidah menyebutkan sebuah batas sebagai bagian lingkungannya, batas itu harus hadir dalam representasi dasar agar kaidah itu bisa diterapkan pada segmen itu. Jadi kaidah, pangawasuaraan dalam bahasa jerman hanya diterapkan pada bunyi obstruent yang diikuti lansung oleh batas #. Perhatikan kaidah yang mengubah k menjadi s apabila morfem berikutnya dimulai dengan vocal depan tak rendah. [█(■(-penglepasan tertunda&@-anterior&)@-bersuara)]  [█(■(+striden&@+anterior&)@+koronal)] / ___+ [█(■(V&@-rendah&)@-belakang)] Perubahan ini tidak terjadi apabila k tidak diikuti oleh batas morfem, seperti dalam keep, kill, kent. Akibatnya kaidah yang mempunyai batas + hanya dapat diterapkan pada bentuk yang empunyai batas morfem 0ada tempat yang ditandai dengan +.. Ada kaidah yang dapat diterapkan pada sebuah morfem dan lintas morfem; misalnya, kaidah flapping bahasa inggris. Kaidah ini diterapkan pada kata yang terdiri dari sattu morfem, seperti water, capital atau spider. Oleh karena itu, tidak ada batas + yang disebutkan dalam kaidah itu. ├ █(t@d)} -- D/V ___ [■(V&@-tekanan&)] t dan d berubah menjadi Kaidah flapping juga dapat diterapkan pada t dan d dalam writ+er dan rid+er : vokalnya yang tak bertekanan termasuk morfeem terpisah. Tentu saja kita tidak menginginkan dua kaidah flapping yang terpisah. Tentu saja kita tidak menginginkan dua kaidah flapping yang terpisah. Hampir tidak ada pengecualiannya, kaidah yang mempengaruhi sederetan segmen dalam sebuah morfem juga dapat diterapkan pada deretan yang sama dalam fonologis generative bahwa kaidah yang tak secara langsung menyebutkan batas + antarsegmen tetap dapat diterapkan pada segmen-segmen yang dipisahkan oelh batas morfem. CIRI BERTINGKAT Pada tataran fonetis sistematis kita harus mampu tidak hanya merinci alofon-alofon suatu bahasa, tetapi juga menggambarkan perbedaan fonetis antarbahasa. Misalnya, pada tataran fonetis bahasa Inggris dan korea mempunyai konsonan hambat dalam bahasa korea beraspirasi kuat, sedang dalam bahasa Inggris beraspirasi sedang. Oleh karena secar linguitis signifikan bahwa bahasa-bahasa berbeda dalam rincian fonetiknya persyaratan representasi fonetis ialah bahwa ada cara untuk memperlihatakntingkat perbedaan yang kecil dalam realisasi fonetis yang sebenarya dari ciri-ciri. Perlu diketahui bahwa system biner tidak memadai untuk mencakup segala tingkat rincian fonetis yyang kecil. Yang dapat kita lakukan dalam system demikian ialah menyatakan apakah sebuah atribut itu hadir atau tidak ; kita tidak dapat memperlihatakan kadar atribut itu. Andaikan kita mengenal tingkat aspirasi: 0, tak beraspirasi; 1, beraspirasi lemah; 2, beraspirasi sedang; 3, beraspirasi kuat, dalam bahasa Inggris dan korea, segmen yang dirinci sebagai [-aspirasi] tentu saja [0 aspirasi]. Akan tetapi, segmen yang dirinci sebagai [+aspirasi] mempunyai nilai fonetis yang berbeda dalam kedua bahasa itu : [2 aspirasi] dalam bahasa korea. Sekarang kita dapat menjelaskan perbedaan fonetis yang berbeda dalam kedua bahasa itu : [2 aspirasi] dalam bahasa inggris, [3 aspirasi] dalam bahasa korea. Sekarang kita dapat menjelaskan perbedaan fonetis yang sangat kecil antarbahasa, atau bahkan antar alofon dalam bahasa yang sama, sesudah kita mengizinkan sebuah nilai biner diubah menjadai beberapa nilai berskala. [-aspirasi]  [0 aspirasi] [+aspirasi] [1 aspirasi] [2 aspirasi] [3 aspirasi] MEMBANDINGKAN KHASANAH FONOLOGIS BAHASA Ada dua tataran untuk membandingkan segmen antarbahasa : tataran abstrak dan tataran fonetis. Pada tataran abstrak dan tataran fonetis. Pada tataran abstrak nilai-nilai cirri itu biner. Oleh karena itu kita tertarik untuk mengetahui cirri-ciri bunyi mana yang dapat membedakan bentuk, dan tidak tertarik dengan kadar cirri yang sebetulnya ada, nilai biner itu ideal untuk menyatakan apakah suatu atribut itu hadir atau tidak. pada tataran ini kita ingin menyatakan misalnya bahwa sebuah bahasa mempunyai vocal-vokal yang bertentangan dalam pembundaran. Atau bahasa itu menggunakan aspiratif secara konstratif. Oleh karena kita tidak perlu memperhatikan kualitas secara konstratif. Oleh karena kita tidak perlu memperhatikan kualitas fonetis yang absolute dari segmen-segmen, tetapi hanya perbedaan relative dalam segmen-segmen disistem bahasa yang berlainan, walaupun secara fonetis spesifikasi itu tidak dilaksanakan dengan cara yang sama. Pada tataran fonetis, kita ingin memberi penjelasan yang sama untuk segmen-segmen dalam bahasa-bahasa yang berlainan, walaupun secara fonetis spesifikasi itu tidak dilaksanakan dengan cara yang sama. Pada tataran fonetis, kita ingin memberi penjelasan yang tepat tentang sifat fonetis segmen-segmen. Kita ingin mengetahui bagaimana segmen-segmen yang serupa diwujudkan dalaam bahasa-bahasa yang berlainan, dan perbedaan kecil antarsegmen itu. Dalam bahasa yang sama, kita ingin menentukan dalam cirri mana dan sampai seberapa jauh alofon-alofon itu berbeda. Untuk mencapai transkripsi terinci semacam ini, nilai biner mungkin perlu ditafsirkan kembali sebagai nilai-nilai bertingkat. FONEM TAKSONOMIS DAN FONEM SISTEMATIS Ahli fonologi generative menggambarkan bahwa fonem taksonomis atau fonem otonom adalah segmen yang berkontras dalam bentuk lahir. misalnyan: dalam bahasa Yawelmani ada tiga vocal panjang yang “fonemis” – e:, a:, dan o: - dalam bentuk lahir hanya vocal-vokal ini yang dapat berkontras satu sama lain. Sistem vocal dasar berisi vocal panjang tinggi yang diperlukan untuk menjelaskan gejala seperti harmoni sufiks atau kemunculan vocal-vokal identik yang panjangnya berbeda untuk pangkal verba bisilabis. Representasi fonemis taksonomis biasanya tidak dapat disamakan dengan representai dasar. Representasi dasar sering dirujuk oleh ahli fonologi generative sebagai representasi fonemis sistematis yang bertentangan dengan fonemis taksonomis. Ada alas an diajukannnnya representasi fonem yang lebih abstrak yaitu adanya alternasi morfologis atau kongruitas (kerapian) pola yang tidak mempunyai representasi fonemis taksonomis taksonomis. Misalnya representasi fonemis dasar sistematis untuk kata pass adalah pæs, yang sama dengan representasi fonemis taksonomis. Kebanyakan ahli fonologi generative hanya mengakui fonem sistematis Secara teoritis, representasi fonetis sistematis adalah representasi yang cirinya dirinci dengan nilai bulat. Walaupun, idealnya semua pemurunan harus berakhir dengan spesifikasi fonetis yang tepat, penurunan yang telah kita berikan dan juga, dan juga yang terbit hampir semua dalam pemerian genertif, tidak memberikan rincian ini. Ini disebabkan fonologi generative berkonsentrasi terutama pada sifat representasi dasar dan pada morfem yang memperlihatkan alternasi fonologis, sehingga kurang adanya perhatian pada perbedaan fonetis yang kecil. REPRESENTASI TURUNAN HUBUNGAN ANTARA SEGMEN FONEMIS SISTEMATIS DAN SEGMEN FONETIS SISTEMATIS Fonologi generative menyatakan bahwa perangkat cirri-ciri universal yang sama menggambarkan segmen-segmen pada tataran fonemis sitematis dan fonetis sistematis. Satu-satunya perbedaannya ialah bahwa walaupun nilai untuk cirri-ciri itu selalu biner pada tataran fonemis sistematis, nilai itu bisa bertingkat pada tataran fonemis sistematis. Pertama, kita diharuskan untuk menyatakan bahwa pangkal verba bisilabis yang berisi * mempunyai u sebagai vocal pertama pangkal itu dan mengambil vocal sufiks u. Kedua, walaupun kita menjadikan u: cukup beralasan, masih ada resikonya, karena pada akhirnya kita memerlukan kaidah pelafalan (?): u :  o:. akan tetapi, ada perbedaan yang besar sekali antara kompleksitas kaidah ini dengan kompleksitas kaidah lain: *  o kaiidah terakhir ini mengharuskan * diganti dengan perangkat cirri yang lengkap yang diperlukan untu merinci sedangkan perubahan dari u: menjadi o: merupakan sebuah perubahan cirri: [+ tinggi] menjadi [-tinggi], dengan semua nilai cirri lain tetap utuh. Jadi ada resiko kehilangan “kesederhanaan”. Ketiga walapun representasi dasar mungkin “menyimpang” dari fonetik. Penyimpangan itu sedikit sekali misalnya hanya dua segmen yang berbeda. Jadi sering ada korelasi langsung antara segmen dasar dan segmen turunan.  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Masya Allah, Anak yatim jadi Anggota Polri di POLDA NTB.

  Waktu kecil, sekitar umur lima tahun. Dia sering mengantar donat jualan ibunya ke beberapa warung di kampung halamannya tinggal, desa Ncera. Mengayuh sepeda pink tua dan reot pemberian dari kakak pertamanya. Masa kecilnya dia lalui dengan penuh keceriaan bersama teman-teman sebayanya. Dia bersama temannya terbiasa membantu orang tua di sawah dan sesekali membersihkan ladang. Jika sore dan lowong, mereka berenang di embung Ncera dan memancing ikan. Jika musim tertentu mereka mengumpulkan   kemiri dan memetik jambu biji. Di hari minggu dia terbiasa jogging atau camping di dekat air terjun desa Kalemba. Dilahirkan dan dibesarkan di lingkungan keluarga yang menyenangi pendidikan, itulah Akbar Putra. Nama pemberian ayahnya, berharap suatu saat anak laki-laki satu-satunya bisa mengayomi keluarga dan orang-orang yang sedang membutuhkan. Ayahnya menekankan dalam perilaku kesehariannya, pendidikan adalah investasi utama. Walaupun baju kita biasa saja; tak masalah.   ...

produksi ujaran proses yang rumit hasil yang kelihatan 'biasa'

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Ujaran merupakan pembahasan yang melibatkan proses pikiran dan rangkaian kata yang kompleks. Dari ujaran ang dituturkan oleh pembicara kita dapa mellihat keadaan psikologi pembicara melalui kata-kata yang dia ucapakn dan cara dia mengucapkan. Pembahasan ini sangat penting dalam mendikung dunia pengajaran dan interkasi antara guru dan muridnya maupun lawan tutur secara umum. Melihat bahwa ilmu psikoliguistik sangat bermanfaat bagi pengajaran bahasa dan makrolinguistik secara umum.   B. RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana Proses terjadinya produksi Ujaran C. TUJUAN PENELITIAN 1. Untuk mengetahui proses terjadinya produksi ujaran 2. Mengetahui urutan yang tepat manakah yang lebih dahulu dari ketiga topik yang sedang dibahas, persepsi, pemahaman dan ujaran.  3. Menguraikan proses terjadinya produksi ujaran BAB II Bagaimana Manusia Memproduksi Ujaran dan Kalimat A. PRODUKSI UJARAN 1. Langkah umum dala...

TRY AND NEVER GIVE UP

MORATORIUM Moratorium yang biasa dikenal dalam masyarakat awam adalah pemberhentian sementara jatah penerimaan CPNS oleh pemerintah, seperti yang pernah terjadi ditahun 2011 hingga 2013 kemarin. Any comment?. Rumor   mengatakan bahwa pemerintah akan kembali melakukan moratorium ditahun 2015 ini kecuali untuk guru dan tenaga kesehatan. Ini dilakukan untuk menghemat anggaran Negara, Allohu’alam. Please confirm those. Sobat muda apa yang akan kalian lakukan jika demikian keadaannya? Saya berencana dari awal akan membuka usaha namun sayangnya saya pribadi terkendala modal. Untuk membuka usaha bisnis dibutuhkan modal dan konsistensi, saya pernah membuat usaha kecil-kecilan seperti tas dan foot loose hasil rajutan. Ini memang sangat bermanfaat untuk menambal kebutuhan ekonomi yang ringan namun masih terbilang kurang jika kita ingin menabung uang hasil usaha itu.             Saya punya tawaran yang menarik bagi teman-teman ya...