http://www.hipwee.com/hubungan/alasan-kenapa-mahasiswa-jurusan-sastra-bisa-jadi-pacar-yang-istimewa/?utm_content=buffercd760&utm_medium=social&utm_source=facebook.com&utm_campaign=buffer
Memilih jurusan kuliah memang gak mudah. Sebelum akhirnya mantap
dengan Fakultas Sastra mungkin dia sudah melewati proses berpikir yang
gak sebentar. Pasalnya, banyak orang yang setuju bahwa Jurusan Sastra di
Indonesia itu gak cukup populer. Gak punya nilai jual atau daya saing
tinggi jika dibanding jurusan lain, misalnya Teknik atau Komunikasi.
Dia yang akhirnya berani memilih Sastra Inggris, Jepang, Arab, Indonesia atau bahkan Sastra Daerah adalah pribadi-pribadi yang kuat hati. Dia sadar bahwa kuliah haruslah didasari rasa suka dan kecintaan pada bidang yang dipelajari. Tak boleh asal memilih atau semata-mata berpatokan pada iming-iming materi.
Jika dia bisa mantap memilih jurusan kuliah, bukankah dia pun akan sama mantapnya saat memilihmu sebagai pasangan? Gak perlu ragu; dia gak akan memulai sebuah hubungan tanpa keyakinan dan perasaan yang dalam.
Kurang easy going gimana coba? Di kampus Sastra, kamu bakal
sering ketemu mereka yang kuliah cuma pakai kaos oblong, jeans belel,
sama sendal jepit. Vespa sama motor-motor tua juga sering terlihat di
parkiran Sastra. Bukan cuma penampilannya yang easy going, sikap dan cara berpikir mereka pun gak kalah woles.
Baca puisi di depan kelas atau latihan drama di halaman kampus sampai
dikira orang gila? Udah biasa! Mendadak ujian esai Sejarah Kesusastraan
yang hafalannya amit-amit? Santai, pasti bisa!
Tapi, sikap dan penampilan yang easy going gak lantas menjadikan mereka pribadi yang seenaknya atau gak punya perhitungan. Justru mereka adalah para pemikir-pemikir ulung yang bisa taktis dalam menghadapi masalah. Lah, gimana tuh maksutnya? Percaya aja deh bahwa keakraban mereka dengan buku-buku Sastra sudah cukup menempanya jadi pribadi yang kritis, gak malas mikir, dan selalu penuh perhitungan dalam membuat keputusan
Banyak stereotip yang melekat pada mahasiswa Sastra. Salah satunya,
mereka dianggap gak punya masa depan cerah alias susah dapat kerja
setelah lulus. Banyak pula yang menganggap kalau mahasiswa Sastra pasti
lulusnya lama sehingga kepastian soal masa depan pun jadi semakin
absurd.
Padahal, anak Sastra justru sebenarnya punya kesempatan sukses yang lebih besar. Skill dan kemampuan yang diperolehnya selama kuliah bisa luwes digunakan di banyak bidang. Mau mengikuti “aturan” dengan memilih jadi pengajar, jurnalis, atau sastrawan? Ataukah mantap “berpindah haluan” lalu berkarir di bisnis pariwisata atau perbankan? Bebas! Mereka bisa memilih pekerjaan yang disukai.
Nah, jika kesempatan sukses bisa demikian besar, bukankah berdampingan dengannya gak akan membuatmu khawatir soal jaminan masa depan? Mau kerja di bidang apa? Apa aja “disikat” sama lulusan Sastra, Broh!
Meskipun terlihat “selow-selow aja”, kuliah di Sastra gak bisa
dibilang sederhana. Dalam satu semester, mereka bisa menempuh sekian
mata kuliah yang hanya menyisakkan kata”LELAH”! Tugas hari ini merangkum
seri bukunya Chomsky, besok latihan baca a-i-u-e-o buat ujian Fonologi,
lusa siap-siap “mengarang indah” bikin paper Kajian Puisi. Minggu depan harus selesai baca novel setebal 500 halaman dan analisanya. Nah lho!
Dunia akademik di Fakultas yang tampak “adem ayem” ini memang sebenarnya keras. Mahasiswa Sastra dipaksa rajin-rajin membaca dan pintar mengolah kata. Satu paragraf puisi misalnya, harus bisa dianalisa hingga menghasilkan berlembar-lembar tulisan. Saat teori yang digunakan ternyata tak tepat, dosen pun bisa dengan kejam memberi nilai C. Gimana gak dapat C kalau tulisanmu lebih mirip hasil karangan orang mabuk. HEHEHE. Kalau dia gak cukup gigih dan pantang menyerah, pindah jurusan atau berhenti kuliah mungkin sudah jadi pilihan.
Mereka sering dibilang “cupu”, dianggap gak keren, bahkan dapat
predikat introvert dan membosankan. Iya sih, mereka memang sering
terlihat duduk sendirian sedang menulis sesuatu (baca: tugas bikin
puisi). Mereka juga bisa kamu temukan di balik jajaran rak-rak buku di
perpustakaan (disuruh dosen cari buku Sastra keluaran tahun 1900
sekian…HAHA). Kadang, mereka nekat makan di kantin sambil baca buku
tebal (siap-siap mau ujian Teori Sastra) sekalipun yang lain sedang
ngobrol dengan serunya.
Meskipun sadar dirinya jadi bahan pembicaraan, toh dia tetap asyik dengan “dunianya” sendiri. Baginya, anggapan-anggapan orang gak harus melulu didengar. Nah, ini lho yang bisa jadi resep hubungan yang langgeng. Sekalipun teman-temannya berprasangkan buruk tentangmu atau meragukan hubungan kalian, toh dia santai saja. Yang pasti, dia lebih percaya pada kata hati dan keyakinan dirinya sendiri.
Sastra gak seperti Matematika, Fisika, atau Kimia. Dunia Sastra gak
mengenal rumus-rumus yang saklek seperti 1+1 pasti sama dengan 2.
Pemahaman karya-karya Sastra mengajarkan mahasiswa bahwa gak ada
kesimpulan yang mutlak – benar atau salah itu relatif. Frasa “mawar
berduri” dalam sebuah puisi bisa diartikan bunga mawar yang
sesungguhnya, perumpamaan dari wanita yang cantik tapi hatinya jahat,
atau metafora untuk dosa yang gak boleh dilakukan manusia. Ya elah,
selama punya alasan-alasan yang logis, apapun argumenmu dianggapnya
sah-sah saja.
Yup, mahasiswa Sastra bukan pribadi kaku yang melihat masalah hanya dari satu sudut pandang saja. Saat kalian berselisih, dia pasti mau mendengar penjelasan-penjelasanmu terlebih dahulu. Ketika kalian sedang berbeda pendapat, dia gak akan memaksakan inginnya. Jika dirasa usulmu lebih baik, dia juga gak keberatan memilih setuju saja.
Nah, tipe pasangan yang seperti ini lho yang bikin hubungan pacaran “aman”. Gak banyak drama, gak sering cekcok, pokoknya “adem ayem” berdua…
Mahasiswa Sastra memang layak menyandang predikat unik. Gimana gak
unik? Mereka bisa menikmati hidup dan bahagia dengan caranya sendiri.
Baca novel di teras kamar, dengerin musik sambil mengamati hujan, ngopi
sambil iseng-iseng bikin cerpen: banyak hal-hal sederhana yang sah jadi
kegemaran mereka.
Dia yang punya karakter dan kebiasaan unik bisa jadi akan menghargai keunikanmu juga ‘kan? Menanggapi gaya busanamu yang dibilang “nerdy”, hobimu gonta-ganti warna rambut, atau kegilaanmu pada komik dan anime gak pernah jadi masalah buat dia kok. Yang pasti dia bisa menerima apa adanya dirimu.
Siapa bilang Sastra itu membosankan? Kata siapa Sastra cuma membahas majas dan kata-kata kiasan? Beuh,
Sastra itu ilmunya luas banget! Ibarat kata, membaca karya Sastra
berarti mempelajari tentang manusia dan seisi dunia. Gak percaya? Coba
deh baca novel “Partikel” dari Dewi Lestari yang kental
dibumbui teori-teori ilmu alam seperti klasifikasi jamur dan isu mesin
waktu. Bisa juga baca novel “Pintu Terlarang” karangan Sekar Ayu Asmara yang berkaitan dengan ilmu psikologi.
Yakin deh kalau mahasiswa Sastra gak cuma kaya perbendaharaan kata, tapi isi kepala mereka juga gak kalah “kaya” kok. Mau ngobrolin ilmu-ilmu lain, perkara politik dan pemerintahan, atau gosip artis dan hal-hal sepele di lingkungan kalian, dia bisa jadi lawan bicara yang menyenangkan. Pacaran sama mahasiswa Sastra dijamin bikin kamu makin pintar dan tambah wawasan.
Hebatnya, anak Sastra memang gak perlu berusaha terlalu keras buat
terlihat menarik atau lebih cakep dari biasanya. Dia gak harus pakai
baju-baju distro, potong rambut di barbershop yang lagi hits, atau pakai
gadget keluaran terbaru. Sederhana aja, kadar cakepnya akan meningkat
ketika dirinya asyik bercerita tentang buku yang baru selesai dibaca,
kerangka novel yang kelar dibuatnya, atau soal teori Sastra hingga
pemahaman filsafat.
Duh…jangan bicara perkara penampilan dengan mereka. Anak Sastra biasanya cuek dan gak terlalu up-to-date soal tren baju atau gaya rambut terbaru. Anak-anak DKV dan Seni Rupa punya gaya yang slengekan tapi keren, anak Ekonomi selalu rapi dan tampak profesional, sedangkan anak Teknik lebih sering terlihat kumal tapi tetep cool
dan “lakik” banget. Nah lho, kalau anak Sastra gimana? BIASA AJA!
Setelan andalannya cuma jeans sama kaos oblong. Sesekali pakai kemeja
kalau pas momen-momen tertentu aja. Gak pernah punya minat jalan-jalan
ke mall buat sekadar update isi lemari.
But wait! Apa soal penampilan memang begitu penting buat hubungan kalian? Mana yang lebih utama, tampilan fisik atau isi hatinya? Seperti disinggung di poin pertama tadi, anak-anak Sastra paling mengerti caranya memahami perasaan diri sendiri. Dia bisa mantap memilih pasangan lantaran punya perasaan yang dalam. Perkara seberapa besar kasih sayang dan cintanya padamu, sama anak jurusan mana aja, mereka berani diadu!
Setuju gak kalau mahasiswa Sastra berhak menyandang predikat kreatif?
Coba deh tengok buku-buku catatannya, blog pribadinya, atau bahkan status update
dan kicauannya di media sosial. Mereka memang handal dalam menulis atau
setidaknya merangkai kata-kata. Perkuliahan di Fakultas Sastra
mengharuskan mereka punya kemampuan ini.
Selain itu, saking sering membaca cerpen atau novel, mahasiswa Sastra cenderung punya kemampuan imajinasi yang tinggi. Sepakat menjalin hubungan, dia pun mungkin sudah punya gambaran tentang bagaimana akan menjalani hari-hari bersamamu. Jalan-jalan ke taman, membaca satu buku berdua sambil pelukan, membuatkan puisi di hari ulang tahunmu, atau menuliskan kisah cinta kalian dalam sebuah novel? Hmmm…pacaranmu gak lagi terasa biasa kalau sama mereka. Siap-siap dibikin “meleleh” setiap hari karena rayuan mereka emang…maut! HAHAY!
Selain kepintaran menulis dan mengolah kata, kemampuan olah rasa bisa
jadi modal buat mereka yang berkuliah di Fakultas Sastra. Bait-bait
puisi, paragraf demi paragraf dalam cerpen, hingga berlembar-lembar
naskah drama gak akan bisa dimengerti jika hanya dibaca seadanya.
Membaca karya sastra butuh ketelitian, daya imajinasi tinggi, dan
kemampuan melibatkan perasaan. Yang terakhir bisa jadi kelebihan yang
gak dimiliki mahasiswa jurusan lain.
Dia yang terbiasa melibatkan perasaan dalam kesehariannya akan bertumbuh jadi pribadi yang peka. Kepekaan inilah yang membuatnya begitu mengerti diri sendiri, “melihat” lingkungan, dan gak malas-malas berusaha memahamimu. Sekalipun kamu punya “kode-kodean” yang paling absurd, dia bisa kok menerjemahkan maumu. Kalau makna tersirat dari novel Murakami saja bisa dia mengerti, apalagi sekadar senyuman dan kedipan matamu. Ah, pasanganmu yang anak Sastra layak kok dapat predikat “yang paling memahami maumu”. Ecieeehhh…
Nah, seperti dijelaskan di poin pertama tadi, penghuni Fakultas
Sastra adalah orang-orang yang kebanyakan mantap dengan pilihannya.
Meskipun dapat komentar sinis dari keluarga atau teman soal pilihan
jurusan yang diambil, mereka sih yakin aja. Kenyang dijejali beragam
nasihat dan petuah dari karya-karya yang dibacanya, mahasiswa Sastra
bisa jadi lebih mawas diri. Dia akan menakar berbagai kemungkinan
sebelum mengambil keputusan. Setelahnya, dia pun tetap teguh pada
pendirian dan gak akan mudah goyah.
Sebagai pasangan, kamu gak perlu was-was kalau-kalau dia bakal selingkuh atau berpindah ke lain hati. Termasuk golongan orang-orang yang perasa, dia pun akan sangat menghargai momen dan chemistry yang terjalin di antara kalian. Buat mereka, jatuh cinta atau rasa suka itu bukan perkara sederhana deh pokoknya!
DI COPAS DARI
http://www.hipwee.com/hubungan/alasan-kenapa-mahasiswa-jurusan-sastra-bisa-jadi-pacar-yang-istimewa/?utm_content=buffercd760&utm_medium=social&utm_source=facebook.com&utm_campaign=buffer
1. Dia yang Masuk Jurusan Sastra Adalah Pribadi yang Mantap dengan Pilihannya
mereka mantap dengan pilihannya via arisdwisaputra.blogspot.com
Dia yang akhirnya berani memilih Sastra Inggris, Jepang, Arab, Indonesia atau bahkan Sastra Daerah adalah pribadi-pribadi yang kuat hati. Dia sadar bahwa kuliah haruslah didasari rasa suka dan kecintaan pada bidang yang dipelajari. Tak boleh asal memilih atau semata-mata berpatokan pada iming-iming materi.
Jika dia bisa mantap memilih jurusan kuliah, bukankah dia pun akan sama mantapnya saat memilihmu sebagai pasangan? Gak perlu ragu; dia gak akan memulai sebuah hubungan tanpa keyakinan dan perasaan yang dalam.
2. Mereka Terkenal Dengan Karakter yang Tenang, Easy Going, Namun Tetap Penuh Perhitungan
easy going tapi tetep penuh perhitungan via www.facebook.com
Tapi, sikap dan penampilan yang easy going gak lantas menjadikan mereka pribadi yang seenaknya atau gak punya perhitungan. Justru mereka adalah para pemikir-pemikir ulung yang bisa taktis dalam menghadapi masalah. Lah, gimana tuh maksutnya? Percaya aja deh bahwa keakraban mereka dengan buku-buku Sastra sudah cukup menempanya jadi pribadi yang kritis, gak malas mikir, dan selalu penuh perhitungan dalam membuat keputusan
“Anak Sastra emang nyantai; bisa ke kampus pakai kaos oblong, sendal jepit, sama naik Vespa butut. Tapi, bukan berarti kita orang-orangnya males mikir atau seenaknya, lho!”
Arif, Alumni Sastra Inggris UNS
3. Dianggap Gak Punya Masa Depan, Mereka Justru Punya Kesempatan Sukses di Berbagai Bidang
mereka bisa sukses di berbagai bidang via ikaba.fib.ui.ac.id
Padahal, anak Sastra justru sebenarnya punya kesempatan sukses yang lebih besar. Skill dan kemampuan yang diperolehnya selama kuliah bisa luwes digunakan di banyak bidang. Mau mengikuti “aturan” dengan memilih jadi pengajar, jurnalis, atau sastrawan? Ataukah mantap “berpindah haluan” lalu berkarir di bisnis pariwisata atau perbankan? Bebas! Mereka bisa memilih pekerjaan yang disukai.
Nah, jika kesempatan sukses bisa demikian besar, bukankah berdampingan dengannya gak akan membuatmu khawatir soal jaminan masa depan? Mau kerja di bidang apa? Apa aja “disikat” sama lulusan Sastra, Broh!
4. Jangan Kira Kuliah Mereka Santai: “Sastra Itu Keras, Bung!”
sastra itu keras, bung! via www.library.usd.ac.id
Dunia akademik di Fakultas yang tampak “adem ayem” ini memang sebenarnya keras. Mahasiswa Sastra dipaksa rajin-rajin membaca dan pintar mengolah kata. Satu paragraf puisi misalnya, harus bisa dianalisa hingga menghasilkan berlembar-lembar tulisan. Saat teori yang digunakan ternyata tak tepat, dosen pun bisa dengan kejam memberi nilai C. Gimana gak dapat C kalau tulisanmu lebih mirip hasil karangan orang mabuk. HEHEHE. Kalau dia gak cukup gigih dan pantang menyerah, pindah jurusan atau berhenti kuliah mungkin sudah jadi pilihan.
5. Bersama Mereka, Kamu Bisa Belajar Untuk Tak Terlalu Peduli Pada Anggapan Orang
mahasiswa sastra? woles aja! via crispyrollngintip.blogspot.com
Meskipun sadar dirinya jadi bahan pembicaraan, toh dia tetap asyik dengan “dunianya” sendiri. Baginya, anggapan-anggapan orang gak harus melulu didengar. Nah, ini lho yang bisa jadi resep hubungan yang langgeng. Sekalipun teman-temannya berprasangkan buruk tentangmu atau meragukan hubungan kalian, toh dia santai saja. Yang pasti, dia lebih percaya pada kata hati dan keyakinan dirinya sendiri.
6. Karena Sastra Bukan Ilmu Pasti, Dia Pun Terdidik Jadi Pribadi yang Luwes dan Berpikiran Terbuka
luwes dan punya pikiran yang terbuka via ikaba.fib.ui.ac.id
Yup, mahasiswa Sastra bukan pribadi kaku yang melihat masalah hanya dari satu sudut pandang saja. Saat kalian berselisih, dia pasti mau mendengar penjelasan-penjelasanmu terlebih dahulu. Ketika kalian sedang berbeda pendapat, dia gak akan memaksakan inginnya. Jika dirasa usulmu lebih baik, dia juga gak keberatan memilih setuju saja.
Nah, tipe pasangan yang seperti ini lho yang bikin hubungan pacaran “aman”. Gak banyak drama, gak sering cekcok, pokoknya “adem ayem” berdua…
7. Mereka Adalah Orang-Orang Unik yang Bisa Menikmati Hidup dengan Caranya Sendiri
mahasiswa sastra = orang-orang unik via sj.unikom.ac.id
Dia yang punya karakter dan kebiasaan unik bisa jadi akan menghargai keunikanmu juga ‘kan? Menanggapi gaya busanamu yang dibilang “nerdy”, hobimu gonta-ganti warna rambut, atau kegilaanmu pada komik dan anime gak pernah jadi masalah buat dia kok. Yang pasti dia bisa menerima apa adanya dirimu.
8. Ilmu Sastra Itu Luas. Bersamanya, Kamu Tak Akan Kehabisan Bahan Cerita
dia punya wawasan yang luas via www.ui.ac.id
Yakin deh kalau mahasiswa Sastra gak cuma kaya perbendaharaan kata, tapi isi kepala mereka juga gak kalah “kaya” kok. Mau ngobrolin ilmu-ilmu lain, perkara politik dan pemerintahan, atau gosip artis dan hal-hal sepele di lingkungan kalian, dia bisa jadi lawan bicara yang menyenangkan. Pacaran sama mahasiswa Sastra dijamin bikin kamu makin pintar dan tambah wawasan.
9. Tak Perlu Terlalu Banyak Usaha. Hanya Dengan Berbincang Dengannya, Kamu Sudah Bisa Jatuh Cinta.
anak sastra cakep kalau lagi ngomong via www.facebook.com
“Alam pikirannya kayak roller coaster. Gak akan bosen dengerin dia ngomong. Apalagi, kalau dia gak cakep-cakep amat. Hehehe…begitu dia nyerocos soal Sastra, kadar cakepnya langsung nambah!”
Asni Furaida, mahasiswa S2 Sastra Inggris Belgrade University
10. Penampilan Sih Biasa Saja, Tapi Soal Hati…Mereka Tetap Jawara!
penampilam boleh biasa, soal hati tetep jawara via michaelrisdianto.blogspot.com
But wait! Apa soal penampilan memang begitu penting buat hubungan kalian? Mana yang lebih utama, tampilan fisik atau isi hatinya? Seperti disinggung di poin pertama tadi, anak-anak Sastra paling mengerti caranya memahami perasaan diri sendiri. Dia bisa mantap memilih pasangan lantaran punya perasaan yang dalam. Perkara seberapa besar kasih sayang dan cintanya padamu, sama anak jurusan mana aja, mereka berani diadu!
11. Memacari Anak Sastra Berarti Mendampingi Ia yang Kreatif dan Selalu Haus Berkarya
anak sastra = kreatif via englishdepartmentunj.blogspot.com
Selain itu, saking sering membaca cerpen atau novel, mahasiswa Sastra cenderung punya kemampuan imajinasi yang tinggi. Sepakat menjalin hubungan, dia pun mungkin sudah punya gambaran tentang bagaimana akan menjalani hari-hari bersamamu. Jalan-jalan ke taman, membaca satu buku berdua sambil pelukan, membuatkan puisi di hari ulang tahunmu, atau menuliskan kisah cinta kalian dalam sebuah novel? Hmmm…pacaranmu gak lagi terasa biasa kalau sama mereka. Siap-siap dibikin “meleleh” setiap hari karena rayuan mereka emang…maut! HAHAY!
12. Perkuliahan di Fakultas Sastra Membentuk Mereka Jadi Pribadi yang Perasa dan Peduli dengan Sekitarnya
mereka perasa, peduli pada sekitarnya via gemasastrin.wordpress.com
Dia yang terbiasa melibatkan perasaan dalam kesehariannya akan bertumbuh jadi pribadi yang peka. Kepekaan inilah yang membuatnya begitu mengerti diri sendiri, “melihat” lingkungan, dan gak malas-malas berusaha memahamimu. Sekalipun kamu punya “kode-kodean” yang paling absurd, dia bisa kok menerjemahkan maumu. Kalau makna tersirat dari novel Murakami saja bisa dia mengerti, apalagi sekadar senyuman dan kedipan matamu. Ah, pasanganmu yang anak Sastra layak kok dapat predikat “yang paling memahami maumu”. Ecieeehhh…
13. Mahasiswa Sastra Itu Teguh Pada Pendirian. Mereka Setia dan Tidak Mudah Berpaling Ke Lain Hati
mereka itu teguh pada pendirian via www.unitomo.ac.id
Sebagai pasangan, kamu gak perlu was-was kalau-kalau dia bakal selingkuh atau berpindah ke lain hati. Termasuk golongan orang-orang yang perasa, dia pun akan sangat menghargai momen dan chemistry yang terjalin di antara kalian. Buat mereka, jatuh cinta atau rasa suka itu bukan perkara sederhana deh pokoknya!
DI COPAS DARI
http://www.hipwee.com/hubungan/alasan-kenapa-mahasiswa-jurusan-sastra-bisa-jadi-pacar-yang-istimewa/?utm_content=buffercd760&utm_medium=social&utm_source=facebook.com&utm_campaign=buffer
Komentar
Posting Komentar