Kepastian
Ditempuh dengan cara pacaran atau ta’aruf, perempuan butuh
kepastian. Kepastian, kapan datang membawa diri dan keluarga ke rumah.
Kepastian kapan tanggal pernikahan. Selain itu, kepastian komitmen kapan dan
bagaimana kehidupan rumah tangga ini dibawa. Ibarat sebuah kapal yang akan
berlayar. Komitmen untuk mencapai dermaga selanjutnya adalah prasyarat utama.
Tidak mungkin sebuah kapal berlayar tanpa tujuan bukan?. Pertanyaan
selanjutnya. Kearah mana nahkhoda (suami) kapal berlayar?. Agar anak buah kapal
(istri) bisa berinterkasi dengan ritme nakhkoda (suami) mengemudikan kapal.
Bukankah pernikahan itu proses interaksi nakhkoda kapal (suami) dan anak buah
kapal (istri) agar kapal yang sedang berlayar
sampai ke dermaga tujuan?. Agar tidak oleng jika ada angin kencang atau tidak
tenggelam jika ada gelombang besar. Karena kehidupan rumah tangga adalah
sasaran empuk yang bernama bangsa iblis dari kalangan manusia dan jin untuk
ditumbangkan. Sebagaimana mahsyur dalam alquran dan hadits. Dinarasikan bahwa
ilmu sihir yang pertama kali adalah sihir memisahkan antara suami dan istri
ataupun sebaliknya.
Seberapa berubah jaman telah berlalu dan seberapa berubah
keadaan yang memengaruhi, tetap keputusan pertama diambil oleh laki-laki.
Hendakkah dia memutuskan untuk melanjutkan atau berhenti di tengah jalan?. Jika
terhenti, dia pergi “meninggalkan
sepotong harapan yang belum genap dilengkapi”. Bisa jadi memilih bertahan, dan
mulai mengambil langkah kecil perlahan-lahan untuk maju. Ibarat “jika layar
telah terkembang pantang surut biduk ke tepian”.
Jika dia memilih pergi, dia meninggalkan sepotong harapan
yang belum terlengkapi. Yakinlah akan segera datang yang lebih baik. Yang
memang sejiwa dan sehati akan dipersandingkan untukmu. Yang akan “dalam
semarah-marahnya dia kepadamu dia tidak akan menghinakanmu dan secintanya dia
kepadamu dia akan memuliakanmu dengan cara yang kau sendiri merasa sangat
terpana dan bersyukur. Saat itu, kau kembali mengingat bahwa kepedihan yang kau
rasakan sebelumnya dan air mata yang kau teteskan sebelumnya telah tergantikan
dengan keharidan seorang lelaki yang sangat memulaikanmu karena Allah.
Intinya, jangan merasa harus terlengkapi hanya ketika dia
datang. Lengkapi dirimu dari sekarang dengan cara membahagiakan ibumu. Sebab
baktimu nanti kepada ibu akan sedikit terhalangi karena ada keridhoan suami
yang harus kau tunaikan sebelum memenuhi keridhoaan orang tua. Maka terimalah
laki-laki yang mempertimbangkan ada ibu dan adik-adik yang harus kau urus.
Walau sebenarnya dalam hukum fiqh agama sebagai anak perempuan kau tidak punya
kewajiban untuk menafkahi ibu dan adikmu tetapi setiap orang berbeda keadaannya
bukan?. Tidak bisa kita menjudge keadaaan orang berdasarkan kaidah umum.
Ada qowaid (kaidah-kaidah khusus) dan perincian yang diberlakukan sesuia
keadaaan orang bukan?. Maka mulai detik ini ambil keputusan untuk bahagia dan
membahagiakan tanpa harus menunggu nanti, esok apalagi tahun depan. Ambil
keputusan dari awal untuk menerima atau tidak. agar tidak ada lagi sedikit
ketidak enakkan di kemudian hari. Semua perlu dipertimbangkan, bukan?. Tentu
pertimbangan diambil dari cara kita bersikap. Dan simpulan dirangkum
berdasarkan pengalaman dan refleksi diri dari kejadian yang kita alami.
Betapa besar hak suami yang akan kau tunaikan nantinya maka
terimalah yang terbaik diantara yang terbaik sesuai kapasitasmu. Suami yang
akan kau temani menjadi teman hidupmu adalah manusia biasa sama sepertimu, dia
dalam atsar (pendapat sahabat) Umar Rodhiallahu anhu dikatakan sebagai
“pernikahan adalah perbudakan maka pilihlah laki-laki yang baik untuk anak
gadismu”. Dan Nabi bersabda “jika ada manusia yang diperbolehkan bersujud
kepada manusia lain, maka niscaya kuperintahkan seorang istri bersujud kepada
suaminya, hanya saja tidak ada perintah bersujud selain kepada Allah”. Lihat
betapa besar hak suami. Oleh sebab itu, terimalah laki-laki yang enak di ajak
ngobrol, enak diajak jalan, enak diajak berteman, dan bersantai-santai, enak
diajak belanja, legowo jika suatu saat kau keliru, lupa atau capek menunaikan
haknya dia sebagai suami. Namun dia tetap memeringatimu dengan cara yang mudah
kau mengerti. Dia paham tentang kamu, karena kamu adalah wanitanya.
Bukan laki-laki yang menggunakan ilmunya untuk menghakimi bahkan bermain tangan atas
kelalaian dan kecapaianmu atau kejenuhanmu. Dia tahu bagaimana membuatmu
bersemangat, bagaimana memotivasi, memaklumi kekanak-kanakan dan kepolosanmu.
Bukan pula laki-laki yang memakai superioritasnya untuk menindasmu. Dia tahu
banyak tentang kamu dan kamupun sebalikya. Kau tidak sekedar mengenalnya luar
dalam dengan baik tetapi kau mau belajar untuk menenangkan amarahnya. Belajar
untuk mendapampingi sepanjang hidupmu. Oleh karena hak dan keridhoan suami
melebihi ibumu maka mintalah kepada Allah dijodohkan dengan laki-laki yang baik
akhlaqnya. Yang jika kau telah bersanding dengannya kau akan tetap mengunjungi
ibu. Kau akan tetap menasehati ibu. Kau akan tetap melihat perkembangan
adik-adikmu. Tanpa harus melalaikan hakmu sebagai istri. Semua berjalan
beriringan, pelan-pelan dan hanya keridhoan suami dan Allah yang ingin kau
capai. Bukan gengsi keluarga apalagi
stereotip masyarakat umum. Kau belajar dari keluarga orang-orang yang telah
sukses membesarkan anak-anak mereka dengan adab dan akhlaq yang santun. Sebab
kau percaya bukan sekedar cinta untuk membangun keluarga tetapi ada prioritas,
ada konsistensi pada nilai –nilai yang diyakini bersama antara nakhkoda dan
anak buah kapal.
Kau harus banyak belajar mendengarkan dan memahami. Belajar
meminta maaf bahkan ketika engkau tidak bersalah sekalipun. Karena watak
laki-laki tidak mau disalahkan. Kau harus lebih banyak mengalah, namun dalam
waktu bersamaan kau juga punya hak untuk didengarkan agar dia tunaikan. Maka
tugasmu mengingatkan dia dengan cara yang tidak menyinggung perasaannya.
Belajarlah untuk take and give dalam hubunganmu nantinya. Dan diantara
keduanya itu, sebagai perempuan kau harus lebih banyak belajar give kepada
suamimu. Tentu kepada anak perasaan cinta itu unconditionally. Sebagai
ibu, kau tidak akan menyangka seberapa berani dan nekad dirimu nanti. Dalam
pepatah korea dikenal dengan “seorang gadis biasanya lemah, namun seorang ibu
kuat”.
Komentar
Posting Komentar