Mungkinkah Di Pulau Sumbawa didirikan Universitas Negeri?
Apa yang tidak mungkin?
Mari kita lihat kenyataan dengan kepala yang dingin. Untuk mendirikan sebuah universitas, sebelumnya dilakukan need analysis. Need analysis didasari pada kebutuhan banyak tidaknya masyarakat yang akan masuk kuliah di universitas tersebut dan berminat tidaknya masyarakat untuk masuk di universitas tersebut. Dan juga apakah jurusan-jurusan atau prodi-prodi yang ada di universitas tersebut mampu menjawab kebutuhan pasar?
Dari dulu sampai dengan sekarang trend menuntut ilmu keluar dari pulau asal kita dilahirkan adalah hal yang biasa. Artinya itu bukan hal yang baru, tidak afdal jika tidak merantau addalah hal yang biasa bagi orang Bima. Bahkan orang Bima terkenal dengan kebiasaannya merantau. Bukan orang Bima kalau tidak merantau?. Nah tadikan kita bicara tentang pulau Sumbawa. Lalu apa hubungannya dengan tren merantau orang Bima?. Yah karena suku Bima adalah salah satu Suku yang menemati pulau Sumbawa. Dikatakan dalam buku sejarah Suku Bima mirip dengan suku Tengger. Dalam bahasa Daerah Bima berarti Mbojo yang berarti Babuju kemudian mengalami simplifikasi bunyi menjadi Mbojo. Babuju berarti pegunungan. Karena topografi daerah Kabupaten dan dan Kota Bima dipenuhi oleh pegunungan. Namun secara Umum Kota Bima adalah daratan rendah.
Menurut analisis kasar sebagian mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan sarjana di kota Makassar. jumlah mahasiswa yang sementara ini kuliah di kota Makassar sekitar seribu lebih mahasiswa. Seribu lebih mahasiswa ini dapat dilihat dari jumlah orderan tiket kapal saja, belum dihitung dengan orderan tiket pesawat setiap lebaran. Jika mahasiswa ini memutuskan untuk tetap kuliah di Bima. Maka para mahasiswa ini membutuhkan sebuah wadah kongkrit dan berkredibilitas tinggi untuk menampung semangat muda mereka yang membara dalam menuntut ilmu. Jawabannya universitas Negeri. Kebanyakan mereka yang kuliah di Makassar adalah mahasiswa yang berasal dari Kabupaten Bima. Berarti ini belum terhitung mahasiswa dari Kota Bima yang kebanyakan mereka memilih kuliah di pulau Jawa dibandingkan Makassar. tentu ini kembali ke selera masing-masing peminat di universitas.
Beberapa hal klise yang masih menjadi tantangan akan bisakah universitaas negeri didirikan di pulau Sumbawa adalah gengsi. Ketika kita berkuliah di negeri apalagi di beberapa kota besar maka ada rasa “identity” rasa identity adalah kita memiliki identitas dan reputasi yang baik karena kita adalah salah seorang alumni dari universitas yang bereputasi 10 tertinggi nasional atau bahkan internasional. Identitas diri ini erat kaitannya dengan bagaimana sikap kita ingin diakui sebagai orang baik-baik dan memiliki reputasi yang baik-baik. Tidak masalah, hal yang wajar.
Namun dari setiap ego dan setiap pilihan memiliki konsekuensi. Salah satunya adalah kehilangan sesuatu yang paling kita butuhkan dalam kehidupan bermasyarakat yaitu “berputarnya uang yang terus menerus, cepat, dan berkesinambungan” berputarnya uang yang cepat dan berkesinambungan memengaruhi roda perekonomian masyarakat di tempat tersebut. Tentu. Mahasiswa adalah entitas manusia yang membutuhkan jasa tempat tinggal, makan, alat tulis kantor, hiburan, pasar, dan buku-buku. Tidak heran kota-kota yang dipenuhi mahasiswa biasanya ramai, ramai akan pusat hiburan, ramai akan kegiatan perdagangan, ramai akan ketersediaan barang dan jasa serta ramai akan manusia. Tentunya. Kita yang telah terlena merantau kehilangan kesempatan untuk “memberikan kesempatan ke daerah kita sendiri”.
Namu, saya tidak pernah menyalahkan orang yang memutuskan untuk merantau sebab di tempat perantaun kesempatan lebih terbuka lebar. Urbanisasi yang terus meningkat adalah masalah tersendiri bagi pemerintah kota. Tetapi hak manusia untuk memperbaiki kehidupannya ke arah yang lebih baik adalah mutlak manusia itu sendiri yang memutuskan.
Jadi mungkinkah didirikan universitas di pulau Sumbawa, mungkin saja jika ada beberapa fasilitas yang memadai yang didirikan oleh negara. Bukan tidak ada sumber daya manusia. Ada tetapi sumber daya manusia yang telah ada dan tersedia butuh diapresiasi dengan gaji, tunjangan dan semangat yang berkesinambungan. Masyarakat, stakeholder, dan utamanya Pemerintah perlu mendukung proses penyediaan SDM dan fasilitas penunjang secara kongkrit, berkesinambungan, dan efisien. Banyak yang tahu atau mungkin juga tidak tahu bahwa sumbar daya manusia yang berasal dari Bima begitu banyak tetapi mereka memilih berkarir di luar Bima dikarenakan mereka tidak menemukan lapangan pekerjaan yang cocok di daerah asal mereka. Jadi masalah sumber daya manusia telah terjawab tuntas. Ada tidaknya, Ada. Lalu pertanyaan selanjutnya bagaimana dnegan birokrasinya?
Di atas adalah analisis saya sebagai orang awam yang sedikit tertarik untuk membahas topic ini. Tersebutlah kabar dari beberapa sumber yang sengaja tak disebutkan riwayatnya. Pulau Sumbawa ditargetkan akan memiliki sebuah Universitas Negeri. Kapan dan dimana tempat serta waktu tepatnya belum dipastikan.
Komentar
Posting Komentar