Indonesiaku bukan hanya konde
Jika kau sedikit bersabar
Jalan-jalanlah ke Bima
Mungkin jiwa yang jumud butuh sedikit piknik
Marilah piknik, di daerah timur Indonesia
Melihat Gunung Tambora dengan Kaldera terbesar dan terpanjang di Dunia
Tambora gunung berapi dengan letusan terdahsyat di abad modern
Letusannya membuat musim di Eropa Kacau dan semua warga Tambora dan Kerajaan Tambora musnah seketika termakan ketamakan dan keangkuhan mereka sendiri
Diriwayatkan dari kisah terdahulu, mereka mencoba mengelabui sang pencerah dengan menyuguhkan yang haram
Dan dum!
Di pagi yang menjadi sejarah
Tambora mengamuk, Pagi itu kiamat bagi Kerajaan Tambora, Sanggar dan sebagian barat kerajaan Bima
Tidak ditemukan warga Tambora yang hidup
Bahasanya punah, tak sempat penutur bahasa Tambora menggubah puisi walau sepatah kata
Berjalanlah sedikit lagi
Kau akan menemukan kebun kopi di Tambora
Siapa tau jika kau beruntung kau akan disuguhkan kopi hangat oleh petani kopi
Kata ahli, kopi tumbuh karena abu vulkanik membuat tanah menjadi subur
Teruslah berjalan hingga kau menemukan lahan hijau ditanami bawang
Jangan lupa melihat ibu-ibu dan gadis-gadis Bima
Mereka memakai sarung tradisional Bima yang hanya menampakkan mata atau wajah-wajah mereka
Ah! itu kan dulu! Sepuluh tahun yang lalu atau berpuluh-puluh tahun lalu
Iya benar itu dulu!
Sewaktu aku kecil, sekitar tahun 2000-an
Tapi waktu aku SMA sekitar tahun 2005-2008 aku masih dengan sangat mudah menemukan ibu-ibu memakai rimpu colo (pakaian tradisional Bima yang hanya memperlihatkan wajah)
Atau gadis-gadis pingitan yang mengenakan rimpu cilik (perempuan yang belum menikah dan mengenakan sarung tradisional Bima yang hanya memperlihatkan mata)
Sudahlah jangan terlalu diperdebatkan yang penting kau bisa melihatnya di Festival Tambora
Kesucian perempuan-perempuan Bima dibalik sarung tenunan tangan ibu-ibu petani yang telah sabar menenun siang dan malam
Karena kesaksian melihat dengan mata akan mengalahkan kesaksian telinga
Oh yah, jalan-jalanlah sedikit lagi
melihat petani garam di daerah Bolo dan Sila
Garam mereka begitu banyak, mereka hanya butuh dukungan dari tangan-tangan yang tepat untuk memasarkan garamnya, jadi tidak perlu diimpor
Sedikit lagi, jalan-jalanlah di desa Renda, Ngali dan terus hingga ke desa Ncera
Ibu-ibu yang sedari pagi bergegas menuju lahan bawang
Mengenakan rimpu untuk melawan dinginnya pagi dan juga menjaga malu suaminya
Sangat sabar mereka menghilangkan ulat satu-persatu di setiap helai daun bawang
Mereka juga memakai rimpu sambil bekerja di sawah, beberapa orang saja
Konde? Ah mereka tidak mengenal konde
Mereka hanya mengenal, rimpu, sarung sholat, sarung bekerja dan perlengkapan bertani
Tidak lupa mereka sholat di pamatang sawahnya jika suara azan telah berkumandang
Kamu tahu jarak antara sawah dan suara azan dikomandangkan sangatalah jauh
Bagi mereka suara Azan itu penting
Satu dalam doa-doa mereka, agar hasil keringatnya dibayar setimpal
Agar mereka bisa menyekolahkan anak-anaknya sampai ke universitas
Hingga tak perlu mengirim anak-anak mereka jadi buruh di pabrik-pabrik di kota besar
Jikapun telah lulus S1, mereka akan menyekolahkan lagi anaknya ke S2 agar mendapatkan gaji yang lebih tinggi, sebab gaji guru S1 honorer hanya bisa membeli mie Instan
Konde? Ah kami hanya tahu Rimpu cilik dan rimpu colo
Sudahlah toh Indonesia itu bukan hanya konde tetapi ada baju bodo yang longgar di Sulawesi, Rimpu di Bima, dan Sarung Songket di Flores
Oh yah, sudahkah kau melihat baju adat Lombok?
Percampuran antara Jawa dan Bali, itu menurutku sebagai orang awam
Begitu Indah baju adat Lombok
kota yang dijuluki seribu masjid
dan jangan lupa datanglah di festival Tambora
nikmati keindahan budaya Indonesia, di timur Indonesia
para gadis akan berjejer mengenakan rimpu cilik
dan para ibu, mulai dari ibu-ibu pejabat sampai dengan ina-ina petani akan berjejer bersama mengenakan rimpu colo
tidak ada kasta diantara mereka
semua sama di Mata Penciptanya
dan terhoramt di mata adatnya
eh, sekali lagi jangan kaget
mereka bukan orang Arab
mereka tidak tahu bahasa Arab
mereka hanya tahu mengaji dan suara Azan itu tandanya rehat dari penatnya kehidupan
sarung-sarungnya bercorak alam hasil dari karya seni ina-ina awam
mereka tidak pernah mendapatkan gelar magister seni untuk menenun kain tradisional Bima
Kemudian di jadikan rimpu
tetapi mereka mendapatkan keterampilan itu dari nenek moyang mereka yang telah mengajari mereka dengan sabar
oh yah aku hanya orang awam
dididik di sekolah rakyat jelata
dipadu padankan dengan tontonan seperti doraemon, drama-drama korea, serta telenovela dan film-film di TV swasta
namun aku tahu sedikit sejarah rimpu yang merupakan pakain adat tradisional Bima seperti cadar itu
sudah termahsur bahwa rimpu mulai dikenakan di Bima sejak lima ratus tahun yang lalu
sekitar 1620 M
Ketika para Datuk Ri Tiro dan Datuk Ri Bandang datang menyebarkann Islam
dan kerajaan Gowa datang menyinari Bima dengan cahaya keislaman
di situlah masyarakat Bima mengenal tatanan kehidupan bernafaskan Islam
Belwood mengutip Rhodes dalam bukunya "Austronesia: Linguistik Historis dan Perspektif Komparatif" bab 16, mengatakan:
para penyebar islam yang mendatangi wilayah timur Indonesia telah melakukan perubahan yang signifikan
dalam waktu lima puluh tahun islam menyebar di kota makassar, pusat pemerintahan saat itu
perempuan perempuan mereka hanya terlihat matanya saja
dan Bima mengenal rimpu sebagai pakaian kehormatan dan pakaian yang sepatutunya dipakai
bukan saja sebagai identitas budaya yang telah diturunkan dari jaman dahulu tetapi sebagai tanda agama yang telah mengakar dan menjelma menjadi budaya
sebab agama bisa dijadikan budaya
dan budaya tidak bisa dijadikan agama
pakain yang mendarah daging
kemudian menjelma menjadi identitas
Ayo piknik
Ayo ke Bima
Ayo ke Tambora
Semoga pemimpin kita dirahmati Allah, rakyatnya makmur sentosa
Komentar
Posting Komentar