Langsung ke konten utama

IDIOLOGI

16 MARET 2015
REFLEKSI

IDIOLOGI POLITIK

Tidak seperti pecan lalu, kali ini kelompok Ramli dan Hajar Aswad mempresentasikan hasil diskusi kelompok mereka didepan kelas. Ibu Gusna datang dan mendengarkan presentasi mereka.
Materi yang hajar aswad sampaikan tdka jelas dan masih mengambang, jadi sejujurnya saya tidak mendapatkan materi apa-apa dan point penting apa-apa dari yang ia sampaikan. Awalnya saya berpikir materi ini akan sangat mudah karena membahas Idiologi politik yang sampai selain akademisi pun bisa membaca situasi politik yangs sedang terjadi melalui pemberitaan media di TV. Ibu Gusna pun pernah berkata depan kelas bahwa “kenapa tidak datang ya? Padahal “ Materi Idiologi Politik lebih mudah dibandingkan Idiologi Hegemoni di?”. Pada saat itu juga saya flashback ke diri saya bahwa pecan depan saya harus lebih siap, karena saya sendiri belum paham betul apa yang dimaksud dengan hegemoni. Presentasi berjalan alot dan sedikit berputar ke materi yang tidak perlu dibahas karena tidka ada kaitannya dengan pembahasan.
Saya berharap awalnnya, kelompok ini akan membawakan materi, apa yang dimaksud dengan Idiologi, apa keterkaitan Idiologi dengan wacana?, Apa yang dimaksud dengan Politik? Apa keterkaitan politik dengan wacana? Apa keterkaitan antara dua topik ini dalam wacana?. Bagaimana idiologi politik ini diaplikasikan dalam wacana?. Memperlhatkan contoh teks yang mengandung idiologi politik. Pada saat sesi Tanya jawab, ibu Gusna menengahi dan memberikan contoh konkrit seperti beberapa tesis senior yang membahas Koran viva yang memihak kepada capres X. Ada juga beberapa TV yang memihak ke Capres X dan TV lain memihak ke Capres Y. Ini merupakan contoh nyata yang harus dikemukakan oleh presenter pada pada Slidenya karena menurut saya itulah alas an sebenarnya mengapa kita melakukan presentasi didepan kelas. Karena jika masalah isu mengenai politik dan gejolak yang terjadi bisa dilihat di TV, Koran, media pemberitaan Online dan diskusi di teras-teras sospol ataupun diskusi bersama teman kelas setiap hari. Yang kami butuhkan sebagai audiens sebenarnya adalah contoh nyata aplikasi bagaimana sebenarnya pengaruh idiologi politik seseorang atau sebuah kelompok dan aplikasinya dalam wacana sehingga bisa dilihat secara jelas pengaruhnya dalam mengarahkan opini public.
Akhir diskusi semuanya mulai berjalan ke arah yang lebih baik dengan pemaparan yang dilakukan oleh ramli dan penambahan yang biasa dilakukan oleh ibu gusna.   


23 MARET 2015
            REFLEKSI
IDIOLOGI HEGEMONI
            Awalnya banyak hal yang tidak saya ketahui sebagai penyaji materi ini, namun saya belajar banyak dari seminar yang diadakan di luar kampus, diskusi dan wawancara bersama Ibu Umi sebagai aktifis yang memiliki semboyang “berfikir idiologis, bertindak siyasah dan istiqomah dalam dakwah”. Berdiskusi bersama dian, membaca referensi dari Buku Darma menulisnya jauh hari sebelum presentasi tiba, membaca media Online bahkan tengah malam pun kami membaca topik yang berhubungan dengan hegemoni. Di kampus, semenjak Idiologi dibahas oleh kelompok Ibu Umi dan Nila, Yudi mulai berpikir kira-kira topik apa yang bagus dibahas dalam hegemoni dan kaitannya dengan wacana?. Kemudian sampailah kami pada satu kesepakatan bahwa “wacana mengenai MEA cocok dibahas sekarang”. Senin 8 maret Yudi memperlihatkan slide yang ia buat mengenai hegemoni yang rencananya akan ia presentasikan sebagai contoh hegemoni di media massa.   
            Waktu terus berlalu, pekan demi pekan bergulir begitu cepat. Di hari presentasi saya  terlambat datang karena keteledoran saya mengatur slide dan tidak adanya time management makalah yang seharusnya siap dari kemarin baru diprint pada hari H.  Pada saat memprint saya ditelpon oleh dian bahwa Ibu sudah ada di kelas. Kemudian saya masuk dikelas dan teman-teman telah ada kecuali beberapa teman termasuk Yudi, teman kelompok kami. Seperti kesepakatan sebelumnya saya akan mempresentasikan topik mengenai idiologi, membahas kaitannya dengan wacana, Dian mempresentasikan Hegemoni dan kaitannya dengan wacana, Yudi membahas bagaimana idiologi hegemoni ini bekerja pada wacana dengan cara memperlihatkan slidenya. Sedikit kendala yang kami hadapi saat proses menyajikan materi adalah saya dan dian harap-harap cemas yudi tidak akan datang, namun kami tetap fokus mempresentasikan materi dan memberi contoh dengan berbagai referensi yang kami baca sebelumnya. Jika yudi tak datang mungkin presentasi mengenai materi yang harus dia bahas akan berakhir menyedihkan tanpa aplikasi yang ril, sebab hanya dia yang memegang slide itu. Untungnya pada saat detik-detik sesi tanya jawab pemateri selanjutnya datang, yudi. Pertanyaan pertama dari Ahmad Adha intinya “Apakah idiologi itu selamanya negataif? Uraikan idiologi yang negatif dan positif?”. Pertanyaan kedua dari Mustakim “bagaimana kesenangan itu bisa menjadi kendaraan bagi hegemoni? Selain memberi pertanyaan mustakim seperti biasa memaparkan pengetahuan yang ia miliki yakni hegemoni marxisme dan hegemoni Antonio Gramsci : jika marxisme menitik beratkan hegemoni pada kekerasan fisik, penjajahan dan penguasaan negara superior terhadap negara inferior, berbeda dengan Gramsci menitik beratkan hegemoni pada kekerasan pemaksaan idiologi dari kelompok superior terhadap kelompok inferior, kekerasan yang terjadi pada hegemoni yang dibahas oleh Gramsci menitikberatkan pada kekerasan idiologi yang bersifat halus”. Ketiga saran dan pertanyaan yang membangun dari Nila. Sarannya, slide terlalu polos dan monoton, tidak ada konsistensi dalam penulisan nama ahli yang menjadi rujukan teori, tidak ada konsistemsi dalam penulisan istilah.
            Pertanyaan pertama saya jawab dengan mengingat keterkaitan pertanyaan Adha dengan pengertain idiologi yang dikemukakan (Darma, 2014) : darma, memaparkan idiologi merupakan kesadaran atau gagasan yang keliru tentang sesuatu. idiologi dalam pengertian ini adalah seperangkat kategori yang dibuat dan kesadaran palsu di mana kelompok yang berkuasa atau dominan menggunakannya untuk mendominasi kelompok lain yang tidak dominan. Kami menjawab bahwa karena idiologi yang kami bahas adalah idiologi hegemoni maka pengertian idiologi pada materi ini diarahkan kepada idiologi yang hegemoni yakni idiologi yang bersifat usaha untuk mempertahankan kekuasaan dengan cara apapun untuk melanggangkan kekuasaan kelompok superior terhadap kelompok inferior. Cara yang mereka lakukan disini dengan menunggangi media, atau usaha-usaha lain untuk mencapai tujuan mereka. Dan pada akhir presentasi pertanyaan idiologi negatif dan positif dijawab oleh Ibu Umi. Pertanyaan kedua dijawab oleh  dian. Pada saat presentasi kami memberi contoh hegemoni pada film korea dan boyband K-pop, dian memaparkan film dan band itu hanya alat yang bisa ditungganngi oleh kepentingan politik, ekonomi, kepercayaan dan bahasa. Film, boyband dan variety show mereka gunakan sebagai sarana untuk menyebarluaskan idiologi yang mereka pahami. Idiologi bisa negatif dan positif, tidak selamnya positif maupun negatif tergantung penganut idiologi itu apakah dia manfaatkan atau tidak dalam menyebarkan idiologi yang ia yakini sesuai kepentingan masyarakat. Mengenai idiologi Marxis dan idiologi Antonio Gramsci, yudi menjelaskan dan memperlihatkan slidenya yang sangat atraktif dengan pemaparan yang sangat menguasai teori dan aplikatif. Idiologi Marxis menitikberatakan pada hegemoni atau penjajahan secara fisik, sehingga pada saat Marxis mengemukakan teori ini. Keadaan dan kondisi pada saat itu tren yang terjadi adalah para negara superior menjajah dan melakukan invasi militer terhadap negara inferior demi melanggengkan dan mengepakkan sayap kekuasaan mereka terhadap negara inferior itu. Idiologi Antonio Gramsci menitikberatkan pada perang pemikiran, peperangan yang bersifat halus sampai-sampai korban itu sendiri tidak sadar bahwa mereka sedang diserang oleh idiologi hegemoni tersebut.  Pada slide yudi memperlihatkan peta penguasaan Migas dan emas oleh perusahaan asing X di berbagai wilayah indonesia. Slide itu juga memperlihatkan hegemoni pada dunia perfilman Indonesia yang lebih didominasi oelh film-film dari luar dibandingkan film tanah air, sementara film tanah air lebih berjaya di negara tetangga.
            Pada akhir diskusi Ibu Gusna memberikan komentar berupa pujian terhadapa penguasaan materi yang kami sajikan sangat terlihat walaupun ada kekurangan disana sini seperti yang telah disebutkan pada awal refleksi ini. Beliau juga memberikan contoh wacana pergantian kurikulum seperti pada pekan sebelumnya. Bahwa kurikulum 2013 intinya baik dan berorientasi pada sektor yang dibutuhkan oleh peserta didik dalam hal pengembangan potensi lokal yang selama ini tidak diperhatikan oleh masyarakat Indonesia sendiri. Dan ibu menyarankan kepada kami untuk merubah mindset itu. Hal yang aneh adalah bagaiman bisa pelajaran muatan lokal berisi komputer dan bahasa Inggris. Seharusnya muatan lokal itu berisi pelajaran mengenai budaya Indonesia dan seni kriya Indonesia.  Pada klosing statement ibu Umi menegaskan bahwa idiologi tidak selamanya negatif ada juga idiologi positif dan negatif. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Masya Allah, Anak yatim jadi Anggota Polri di POLDA NTB.

  Waktu kecil, sekitar umur lima tahun. Dia sering mengantar donat jualan ibunya ke beberapa warung di kampung halamannya tinggal, desa Ncera. Mengayuh sepeda pink tua dan reot pemberian dari kakak pertamanya. Masa kecilnya dia lalui dengan penuh keceriaan bersama teman-teman sebayanya. Dia bersama temannya terbiasa membantu orang tua di sawah dan sesekali membersihkan ladang. Jika sore dan lowong, mereka berenang di embung Ncera dan memancing ikan. Jika musim tertentu mereka mengumpulkan   kemiri dan memetik jambu biji. Di hari minggu dia terbiasa jogging atau camping di dekat air terjun desa Kalemba. Dilahirkan dan dibesarkan di lingkungan keluarga yang menyenangi pendidikan, itulah Akbar Putra. Nama pemberian ayahnya, berharap suatu saat anak laki-laki satu-satunya bisa mengayomi keluarga dan orang-orang yang sedang membutuhkan. Ayahnya menekankan dalam perilaku kesehariannya, pendidikan adalah investasi utama. Walaupun baju kita biasa saja; tak masalah.   ...

produksi ujaran proses yang rumit hasil yang kelihatan 'biasa'

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Ujaran merupakan pembahasan yang melibatkan proses pikiran dan rangkaian kata yang kompleks. Dari ujaran ang dituturkan oleh pembicara kita dapa mellihat keadaan psikologi pembicara melalui kata-kata yang dia ucapakn dan cara dia mengucapkan. Pembahasan ini sangat penting dalam mendikung dunia pengajaran dan interkasi antara guru dan muridnya maupun lawan tutur secara umum. Melihat bahwa ilmu psikoliguistik sangat bermanfaat bagi pengajaran bahasa dan makrolinguistik secara umum.   B. RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana Proses terjadinya produksi Ujaran C. TUJUAN PENELITIAN 1. Untuk mengetahui proses terjadinya produksi ujaran 2. Mengetahui urutan yang tepat manakah yang lebih dahulu dari ketiga topik yang sedang dibahas, persepsi, pemahaman dan ujaran.  3. Menguraikan proses terjadinya produksi ujaran BAB II Bagaimana Manusia Memproduksi Ujaran dan Kalimat A. PRODUKSI UJARAN 1. Langkah umum dala...

TRY AND NEVER GIVE UP

MORATORIUM Moratorium yang biasa dikenal dalam masyarakat awam adalah pemberhentian sementara jatah penerimaan CPNS oleh pemerintah, seperti yang pernah terjadi ditahun 2011 hingga 2013 kemarin. Any comment?. Rumor   mengatakan bahwa pemerintah akan kembali melakukan moratorium ditahun 2015 ini kecuali untuk guru dan tenaga kesehatan. Ini dilakukan untuk menghemat anggaran Negara, Allohu’alam. Please confirm those. Sobat muda apa yang akan kalian lakukan jika demikian keadaannya? Saya berencana dari awal akan membuka usaha namun sayangnya saya pribadi terkendala modal. Untuk membuka usaha bisnis dibutuhkan modal dan konsistensi, saya pernah membuat usaha kecil-kecilan seperti tas dan foot loose hasil rajutan. Ini memang sangat bermanfaat untuk menambal kebutuhan ekonomi yang ringan namun masih terbilang kurang jika kita ingin menabung uang hasil usaha itu.             Saya punya tawaran yang menarik bagi teman-teman ya...